TEMPO Interaktif, Jakarta - Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah menyarankan usulan pemekaran daerah sebaiknya hanya melalui satu pintu, yaitu Departemen Dalam Negeri. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Agung Pambudhi mengatakan, sistem satu pintu ini memungkinkan pemekaran daerah menjadi lebih tertib dan semua syarat bisa lebih dipenuhi.
Agung menilai pihak yang paling mengetahui perlu-tidaknya daerah dimekarkan adalah Departemen Dalam Negeri. Pasalnya, pendekatan pemekaran daerah lebih bersifat administratif. Daerah pemekaran harus memenuhi persyaratan dalam Undang-undang No 32 tentang Pemerintahan Daerah jika ingin lepas dari daerah induk. “Departemen Dalam Negeri paling menguasai pendekatan administratif,” kata Agung di Jakarta, Senin (14/12).
Usulan pemekaran selama ini berasal dari tiga pihak, yaitu pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah. Akibatnya, tiga pihak bisa saling berbantahan soal pengusung pemekaran daerah. “DPR bisa saja bilang pemekaran satu daerah merupakan usulan pemerintah, pemerintah pun bisa bilang sebaliknya,” katanya.
Departemen Dalam Negeri, kata Agung, bisa mengusulkan pembahasan daerah yang telah memenuhi syarat. Daerah yang bisa mekar hanya yang telah tercantum dalam desain utama (grand design) daerah otonom.Usulan pemekaran daerah itu didasarkan pada hasil sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Sehingga, daerah yang dimekarkan benar-benar telah melalui evaluasi yang cukup panjang.
Menurut Agung, selama ini usulan pemekaran daerah seringkali tak melalui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. “Tahu-tahu, di DPR sudah ada daerah yang siap dimekarkan,” ujarnya.
Manajer Eksternal Komite Pemantau Robert Endi Jaweng mengatakan, perlu ada penguatan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Selama ini, monitoring dan supervisi dari Dewan Pertimbangan masih belum maksimal. Akibatnya, seringkali pemekaran daerah tak mampu mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat. “Sejumlah penelitian menunjukkan, kinerja pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat di daerah otonom baru mengecewakan, bahkan termasuk gagal,” ujarnya.
Agung Pambudhi membantah sistem satu pintu ini mengerdilkan fungsi DPR. Menurut dia, DPR tetap bisa memberikan usulan. “Tapi yang mengeluarkan izin pembahasan cukup satu lembaga,” ujarnya.
Anggota Komisi Pemerintahan DPR Arif Wibowo mengaku mendukung sistem satu pintu. Kewenangan pemekaran daerah memang berada di tangan menteri dalam negeri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Tapi, Arif menilai selama ini Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang terdiri dari para menteri belum bekerja efektif. Pemerintah pun juga belum memiliki desain utama pemekaran daerah. Selain itu, pemerintah juga belum pernah mengevaluasi daerah otonom, termasuk daerah pemekaran baru. “Seharusnya hasil evaluasi itulah yang dijadikan dasar pemekaran daerah,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
PRAMONO