TEMPO Interaktif, Tangerang - Upaya perdamaian antara Prita Mulyasari dan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra yang dimediasi Departemen Kesehatan menemui jalan buntu. Kedua belah pihak belum menemukan kata sepakat sehingga kesepakatan damai belum bisa ditandatangani.
"Belum ada titik temu," ujar anggota kuasa hukum Prita dari OC Kaligis and Asociated, Slamet Yuwono, kepada Tempo, Selasa (15/12).
Slamet mengatakan pembahasan hingga 21.30 tadi malam berujung pada kebuntuan yang disebabkan pihak RS Omni tidak mau menanggapi permintaan pihak Prita dalam perkara pidana.
"Mereka hanya mau menyelesaikan perkara perdatanya saja, padahal bagi Prita perdata dan pidana adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan," katanya.
Menurut Slamet, untuk perkara pidana, pihaknya hanya meminta agar dua dokter yang menggugat pidana Prita Mulyasari dalam perkara pencemaran nama baik menghadap majelis hakim dan meminta agar majelis membebaskan Prita dari segala tuntutan.
"Tapi mereka tidak mau melakukan permintaan kami," kata Slamet. Padahal, kata dia, cara itu adalah salah satu upaya untuk membantu Prita dari ancaman kurungan badan selama enam bulan.
Dengan sikap RS Omni yang demikian, Slamet menilai jika rumah sakit itu tidak punya keinginan dan itikad baik dalam menyelesaikan perkara ini.
Upaya damai yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan Faiq Bahfen dan Biro Hukum Departemen Kesehatan Budi Sampoerna, menurut Slamet, dengan terpaksa belum membuahkan hasil.
Kuasa hukum RS Omni, Risma Situmorang, mengakui jika upaya damai tersebut belum berbuah kesepakatan. "Ada beberapa hal permintaan penasihat hukum Prita yang tidak bisa kami lakukan," katanya. Meski buntu, RS Omni tetap mencabut perkara perdata dan membatalkan eksekusi ganti rugi sebesar Rp 204 juta yang dibebankan kepada Prita.
JONIANSYAH