TEMPO Interaktif, Tangerang - Kuasa hukum Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Risma Situmorang, menyatakan keberatan dengan permintaan penasihat hukum Prita Mulyasari agar dua dokter rumah sakit itu menghadap majelis hakim perkara pidana untuk membantu membebaskan Prita.
"Itu bukan kewenangan kami," ujarnya di Pengadilan Negeri Tangerang, siang ini (15/12).
Risma mengatakan ada beberapa klausul yang diminta pihak Prita yang tidak bisa dilakukan oleh RS Omni. Salah satunya adalah mempengaruhi majelis hakim perkara pidana dalam kasus Prita.
"Jika kami melakukan itu, kami bisa dituduh memberikan keterangan palsu dalam perkara pidana yang selama ini telah bergulir," katanya.
Menurutnya, RS Omni maupun dua dokternya, yaitu dokter Hengky Gozal dan Grace Hilza, tidak bisa melakukan apa-apa dalam perkara pidana Prita. "Kami tidak bisa melakukan intervensi pada majelis hakim," katanya.
Risma menilai perkara perdata dan perkara pidana Prita adalah dua perkara yang berbeda. Untuk perkara perdata, kata dia, adalah hak penggugat dan semuanya terserah yang menggugat apakah keputusan perdata akan dicabut, eksekusi dibatalkan atau dihapuskan.
"Karena itu kewenangan kami. Tapi dalam perkara pidana itu kewenangan hakim dan jaksa," kata Risma.
Upaya damai antara Prita dan RS Omni yang dimediasi Departemen Kesehatan menemui jalan buntu. Kesepakatan damai urung didapat karena kedua belah pihak belum menemukan titik temu.
Prita Mulyasari mengakui perkara pidananya sangat penting baginya karena ia terancam kurungan badan selama enam bulan. "Perkara pidana ini sangat memberatkan saya," kata Prita.
Ia mengakui jika upaya damai yang kesekian kalinya ini kembali gagal karena belum ada titik temu. Prita mengatakan sikapnya selama ini bukan menolak damai dan langkah hukum yang telah dilakukan oleh Omni. "Saya hanya lebih berhati-hati," katanya.
JONIANSYAH