TEMPO Interaktif, Jombang - Hama tikus kembali mengancam ratusan hektar lahan pertanian warga enam desa di Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang. Enam desa itu adalah Desa Podoroto, Pojok Kulon, Kedung Betik, Kedung Melati, Gumulan, dan Jati Duwur.
"Enam desa itu pada tahap membahayakan dan kritis," kata Danu Puspito, salah satu anggota kelompok tani setempat, Minggu (20/12).
Dijelaskan, warga resah karena tikus menyerang bibit padi yang mulai disebar warga. Untuk menanggulangi hama, warga menggunakan cara-cara manual, diantaranya, pemasangan jebakan tikus dengan makanan, perburuan dengan anjing pelacak, pemasangan setrum, dan pembongkaran tanah pematang. Namun upaya itu tidak maksimal.
Tikus terus menebar ancaman. Apalagi, pengairan di wilayah itu sampai saat ini tidak lancar. Akibatnya, pertumbuhan tikus semakin tak terbendung. Petani sudah mengeluarkan biaya operasional yang tidak sedikit untuk mencegah hama. Dana petani habis untuk memburu tikus. Biaya sewa diesel untuk mengairi sawah agar tikus terusir juga tak membuahkan hasil.
Menurut Danu, petani semakin merugi karena biaya sewa diesel mahal. Biaya sewa selama satu jam mencapai Rp 12 ribu. Padahal, agar tikus pergi dan tanaman subur, pengairan sawah harus dilakukan secara terus-menerus. "Setelah dialiri, air habis, kemudian tikus muncul lagi," terang dia.
Serangan hama tikus dibenarkan Faisal Asro, salah satu petani. Dijelaskan, tikus menyerang tanaman petani sejak beberapa bulan lalu. Sebelum menyerang benih padi, bulan lalu tikus juga menyerang tanaman kedelai. Walhasil, kedelai dipanen dini. Biasanya, dalam waktu normal kedelai baru bisa dipanen dalam tempo 90 hari. Tapi, karena serangan tikus, kedelai dipanen saat usia 80 hari.
Dampaknya, petani merugi hingga ratusan juta. Jika dihitung kerugian mencapai 50 persen. Sebelum serangan tikus, petani memanen dua ton kedelai per hektar. Tapi bulan lalu, saat tikus menyerang tanaman, petani hanya panen tujuh kwintal kedelai per hektar. "Jadi hasil panen dengan biaya tanam tak seimbang. Petani gak untung," kata dia.
Setelah menyerang kedelai, kini tikus tengah membidik benih padi warga. Petani resah karena tikus terus berkembang biak. Celakanya, meski petani sudah mengadu, namun pemerintah kabupaten belum turun tangan. Keluhan sudah dilaporkan, "tapi belum ada penanganan," keluhnya. Ia melanjutkan, hujan juga jarang turun. "Itu mempermudah tikus berkembang biak."
Kepala Dinas Pertanian, Jombang, Suhardi mengaku sudah turun tangan dalam penanganan masalah itu. Bantuan pestisida, obat pembasmi tikus, dan anjing pelacak sudah diserahkan sejak hama pertama kali muncul bulan November lalu. Total anggaran sebesar Rp 200 juta sudah dikucurkan khusus untuk lima titik kecamatan yang rawan, diantaranya kecamatan Kesamben, dan Tembelang.
Tapi, keluhnya, tikus tidak mudah dibasmi. Menurut dia, tikus muncul karena faktor alam. Pemerintah hanya bisa melakukan pencegahan. "Tikus hidup karena ada tanaman, kalau pas tidak ada padi atau kedelai, tikus menyerang tanaman lain. Hewan ini rakus, tebu saja doyan," kata dia.
MUHAMMAD TAUFIK