TEMPO Interaktif, Jakarta -Perusahaan Listrik Negara mengalami defisit gas untuk bahan bakar pembangkitnya saat ini. "Yang paling kritis sekarang Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Tanjung Priok, Muara Karang, Tambak Lorok, Grati, dan Belawan," ujar Direktur Utama PT PLN (Persero), Fahmi Mochtar di sela kunjungannya ke Palembang, Sumatera Selatan.
Akibat defisit gas itu, PLN terpaksa menggantinya dengan bahan bakar minyak yang harganya tiga kali lipat lebih mahal daripada gas. Padahal PLN telah menandatangani kontrak dengan para pemasok gas dalam negeri. "Namun, mereka tidak mengirim penuh," katanya. "Saya tidak tahu alasannya."
Fahmi menilai PLN tidak berdaya menghadapi masalah ini karena kontrak yang disepakati sifatnya best effort, jadi tidak ada penalti jika pemasok tidak memenuhi komitmen. "Kontraknya harus begitu, kalau tidak mereka tidak mau jual gas ke kami," ujarnya.
PLN mengaku siap mengganti bahan bakar pembangkit menjadi gas. Bahkan BUMN listrik itu berani membayar sesuai harga pasar. Harga jual gas tertinggi yang dibeli PLN saat ini mencapai US$ 5,6 per MMBTU (juta British Termal Unit) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Muara Karang.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh Tempo, sejak tahun lalu pasokan gas ke PLN tidak 100 persen dipenuhi oleh produsen gas nasional. Tahun lalu, kontrak gas yang telah disepakati mencapai 1.042 BBTUD (miliar British Termal Unit per hari), namun yang dipenuhi hanya 815 BBTUD.
Tahun ini, pasokan gas seharusnya mencapai 1.377 BBTUD, namun yang diterima PLN hanya 1.138 BBTUD. PLN memperkirakan di 2010 kejadian yang sama akan terjadi, dengan kesepakatan kontrak 1.572 BBTUD tapi yang diperoleh hanya 313 BBTUD.
Padahal, jumlah pasokan gas yang disepakati itu belum mencapai kebutuhan PLN saat ini yang mencapai 2.140 BBTUD.
Dua pembangkit listrik tenaga gas uap yang kritis, Tanjung Priok dan Muara Karang, saat ini tidak mendapatkan pasokan gas karena pipa dari blok gas Offshore North West Java milik Pertamina sedang dalam pemeliharaan. Pasokan baru akan kembali normal pada akhir bulan nanti.
Produksi gas bumi dari blok itu diperkirakan akan turun 7 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari) tahun depan menjadi 222 MMSCFD. "Ini penurunan alami, semua sumur sudah beroperasi maksimum," ujar General Manager Pertamina Offshore North West Java Ignatius Tenny Wibowo beberapa waktu lalu di Jakarta.
Konsumen gas itu adalah PT Pupuk Kujang, PT PLN, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. "Kami pastikan penurunan volume gas tidak akan mengganggu pasokan ke mereka," katanya. Untuk mengantisipasi penurunan itu, Pertamina sedang mengupayakan membuka lapangan gas bumi.
"Satu lapangan sedang kami minta rencana pengembangannya (plant of development) kepada Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi," katanya. Pertamina berharap mendapat tambahan gas 40-50 MMSCFD dari produksi lapangan baru itu.
SORTA TOBING