"Karena saldo kas awal tahun belum terlalu besar, kami tidak tetapkan target yang terlalu besar," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto, usai penekenan kontrak kerja Sukuk Ritel RI II dengan 18 agen penjual di kantor Departemen Keuangan, Jakarta, Senin (21/12).
Pada penerbitan sukuk ritel I, pemerintah berhasil membukukan penjualan Rp 5,6 triliun. Target penjualan yang lebih kecil dari tahap satu itu dikarenakan pemerintah tak berencana melakukan front loading (penjualan besar-besaran di awal tahun) kecuali ada permintaan yang luar biasa.
Sukuk ritel kedua ini menggunakan jenis akad "ijarah sale and lease back" dengan tenor tiga tahun. Nominal pembelian per unit Rp 1 juta, jumlah pembelian minimal Rp 5 juta dan pemerintah tak membatasi maksimal jumlah pembelian.
Total aset yang dijadikan dasar transaksi (underlying asset) senilai Rp 20,3 triliun dan berbentuk barang milik negara yang dikuasai 27 kementerian dan lembaga. "Target investor, individu warga negara Indonesia," ucap dia. Besaran kupon atau imbal hasil tetap dan dibayar tiap bulan.
Pemerintah akan menetapkan besaran kupon pada 21 Januari 2010. Sukuk kedua ini akan ditawarkan pada 25 Januari-5 Februari 2010. Rahmat menambahkan, penjatahan dilakukan pada 8 Februari dan terbit pada 10 Februari.
Pemerintah menargetkan total gross penerbitan surat berharga nasional, baik surat utang negara atau sukuk, tahun depan sebesar Rp 175 triliun. Jumlah itu naik dari total gross tahun ini sebesar Rp 144 triliun.
Rahmat mengatakan tak ada yang perlu ditakutkan dengan naiknya total gross penerbitan surat berharga. Sebab, potensi permintaan surat utang rupiah dan sukuk cukup tinggi. Selain itu masih banyak potensi investor dalam dan luar negeri yang belum tersentuh.
Dia mencontohkan masih banyaknya pemerintah daerah yang mengelola dana dari pemerintah pusat melalui bank pembangunan daerah diletakkan di surat Bank Indonesia. "(Memandang) kasus Dubai World, investor sukuk akan pilih dari negara lain seperi Turki dan Indonesia," katanya.
Selain itu pemerintah masih memiliki kreditor yang memberi pinjaman tiap tahun seperi pinjaman untuk program dari multi lembaga. Pemerintah masih memiliki sisa draw down option sebesar US$ 5,15 miliar. Sekitar US$ 350 juta telah digunakan untuk Samurai Bond. Selain itu masih ada fasilitas DDO dari Bank Dunia, Jepang, Australia, dan Bank Pembangunan Asia.
RIEKA RAHADIANA