Keyakinan itu disampaikan oleh Solidaritas Jurnalis Bali atau SJB dalam sidang Majelis Etik Persatuan Advokat Indonesia Denpasar, Sabtu (26/12). “Kalau tidak ada rekayasa mengapa mereka dikumpulkan menjelang penangkapan Susrama,” kata jurubicara SJB, Justin Herman. Pengakuan Suryadharma disampaikan menjawab pengaduan dari SJB kepada Dewan Kehormatan Peradi.
Pertemuan itu, menurut Suryadharma, hanya untuk mengklarifikasi informasi yang simpang siur mengenai keberadaan para tukang, pada 11 Februari 2009 di rumah Susrama di Banjar Petak, Belalang Bangli. Diduga, hari itu merupakan 'hari-H' pembunuhan Prabangsa.
Dalam pengakuannya, kepala tukang, Nengah Mercadana mengatakan, dirinya sempat diminta untuk bilang bahwa hari dia itu tetap bekerja. Padahal dia sedang diliburkan oleh Susrama dari 11 hingga 15 Januari.
SJB menyatakan, upaya rekayasa saksi telah diungkap Mercadana dalam penyusunan Berita Acara Pemeriksaaan. Karena itu SJB akan menghadirkan penyidik kepolisian untuk menjelaskan hal itu. Saksi lainnya adalah salah satu tukang, Nyoman Rajin yang juga diminta membuat keterangan bohong sebagaimana Mercadana.
Sementara itu SJB menegaskan, sebagai bagian dari warga masyarakat, mereka merasa berhak untuk mengadukan Suryadharma ke Peradi. Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Kode Etik Peradi yang membuka kemungkinan untuk menerima pengaduan dari masyarakat. “Apalagi kami ini adalah organisasi wartawan, sementara yang menjadi korban dalam kasus pembunuhan ini juga adalah wartawan,” ujarnya.
Untuk menanggapi pernyataan dari SJB, Majelis Etik Peradi memberikan kesempatan kepada Suryadharma menyusun tanggapan tertulis untuk dibacakan pada sidang 9 Januari mendatang. Sidang pun akan mulai menghadirkan saksi-saksi dari SJB sebagai pihak pengadu.
Adapun SJB tediri dari lima oganisa wartawan di Bali yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI), Pesatuan Wartawan Indonesia (PWI), PWI Reformasi dan Persatuan Wartawan Multi Media (Perwami).
ROFIQI HASAN