"Kenapa sih harus repot-repot impor dari luar. Indonesia kan negara agraris masak kekurangan gula," kata Yahya Haryoko, Sekretaris Komisi Bidang Perekonomian DPRD Jawa Tengah di Semarang, Selasa (29/12).
Yahya khawatir kebijakan impor mengakibatkan melimpahnya pasokan gula sehingga bisa menimbulkan berhentinya produksi perusahaan lokal baik milik pemerintah ataupun swasta. "Implikasinya bisa luar biasa karena buruh tidak bekerja dan para petani tebu akan terpuruk," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.
Menurut Yahya, langkah impor gula dapat dijadikan alternatif terakhir sebab bila kemampuan produksi pabrik yang ada di Jawa Tengah masih bisa memenuhi kebutuhan, maka harga bisa ditekan pada harga dasar patokan.
Anggota Komisi lainnya, Rif'an, mengatakan impor gula jangan didasarkan pada kepentingan sesaat. "Harus ada standar dan kajian yang matang agar tidak merugikan rakyat," kata dia.
Untuk mengantisipasi melonjaknya harga gula, Komisi berencana mengundang para produsen dan pengusaha gula serta instansi terkait guna membicarakan persoalan gula di Jawa Tengah. "Rapat koordinasi digelar awal Januari sebelum impor gula dilaksanakan," tutur Yahya.
Akhir Januari tahun depan, pemerintah akan mengimpor gula seabagi antisipasti terjadinya kelangkaan gula. Jawa Tengah mendapatkan jatah impor sebanyak 81 ribu ton gula.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Edison Ambarura, menyatakan stok gula di Jawa Tengah sekitar 61 ribu ton. Sedangkan kebutuhan provinsi itu mencapai 360 ribu ton per tahun dan baru terpenuhi 280 ribu ton.
Harga gula pasir selama Natal dan menjelang Tahun Baru juga mengalami kenaikan. Edison menyatakan, harga beli gula impor sekitar US$ 700 per ton. Dengan harga sebesar itu, maka harga jual di pasaran diprediksi sekitar Rp 11 ribu per kilogram.
ROFIUDDIN