TEMPO Interaktif, Jakarta - Ratusan warga korban gusuran di Kampung Budi Dharma, Jakarta Utara meminta perlindungan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. "Kami mohon hakim dapat memberikan perlindungan kepada kami. Selama ini kami sering diteror dan diganggu," kata Mukhayah, 33 tahun, warga RT 3/RW 3, Semper Timur.
Permohonan ini diajukan mereka saat sidang gugatan terhadap Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Walikota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono serta Kepala Suku Dinas Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat, dan Camat Cilincing di PN Jakut, Kamis (7/1).
Menurut Mukhayah, setelah digusur pada 18 November lalu, sebagian warga masih bertahan dilokasi gusuran dengan mendirikan tenda. "Tapi kami sering diancam, tenda kami dirobohkan oleh Satpol PP," kata dia. Ia berharap mereka tidak diganggu sampai ada keputusan dari Pengadilan. "Kami belum punya uang untuk pindah," katanya.
Namun, majelis hakim yang dipimpin oleh Prim Haryadi tak bisa mengabulkan permohonan tersebut. "Kami belum bisa mengabulkan karena masalah prosedural belum tuntas," kata Prim. Apalagi hari ini baru memasuki sidang pertama.
Dalam gugatannya, warga menuntut pembayaran kompensasi atas kerugian yang mereka alami saat penggusuran. "Tuntutan kami Rp 2 Miliar," kata koordinator warga, Mohammad Tukirem. Gugatan itu terdiri dari materiil Rp 1,5 Miliar dan imateriil Rp 500 juta. "Ini atas kompensasi atas kerusakan harta benda kami dan luka-luka yang kami derita karena kekerasan Satpol PP," ujar dia.
Penggusuran terhadap 77 rumah yang ditinggali oleh sekitar 232 Kepala Keluarga di RT 3/RW 3, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara terjadi pada 18 November 2009. Menurut Tukirem, warga memang sudah tiga kali mendapat Surat Perintah Bongkar (SPB). Yang pertama pada April 2008. "Katanya untuk pelebaran kali," katanya. Lalu pada November 2008 dan Oktober 2009. "Kali ini untuk pembangunan Rusunami," ujar dia.
Warga mengaku memang tak punya sertifikat atas tanah tersebut. "Kami mulai menempati pada tahun 80-an," ujarnya. Sampai 2008 tak ada pihak manapun yang mengklaim sebagai pemilik tanah. Pemda sempat menawari uang kerohiman sebesar Rp 1 juta untuk setiap rumah. "Tapi tak kami terima karena jauh dari cukup. Buat mindahin barang aja ga cukup," katanya.
Saat sidang dimulai terjadi kericuhan kecil karena pengunjung sidang menyoraki perwakilan dari Gubernur yang ternyata belum mengantongi surat kuasa. Prim pun mengancam akan mengusir para pengunjung sidang jika mereka mengulangi perbuatannya. "Ini persidangan. Bukan bioskop, bukan pentas," katanya.
Sidang akan dilanjutkan Kamis pekan depan (14/1) dengan agenda tanggapan dari para tergugat.
SOFIAN