TEMPO Interaktif, Cirebon - Sekalipun pasar bebas ASEAN dan Cina sudah berlaku sejak 1 Januari lalu, namun perajin batik Cirebon, Jawa Barat, tidak terlalu khawatir karena mereka yakin batik merupakan produk tekstil yang kaya akan nilai budaya.
Seperti diungkapkan Katura, pemilik ruang pamer Batik Katura di sentra batik Trusmi, Kabupaten Cirebon. "Batik memang merupakan bagian dari produk tekstil," katanya.
Namun, kata Katura, batik merupakan produk tekstil kain khusus yang sarat dan kental akan nilai-nilai budaya. Karenanya tidak semua negara bisa memproduksi batik yang sudah merupakan bagian dari produk budaya nasional.
Katura pun mengakui saat ini banyak kain bermotif batik yang berasal dari Cina. Namun, menurutnya, hal itu tidak menjadi masalah yang berarti. "Itu hanya kain biasa, tidak ada nilai seninya," katanya. Yang terpengaruh, menurutnya, justru pabrik tekstil biasa, bukan kerajinan batik.
Terlebih, katanya, saat ini sudah ada pengakuan dari UNESCO bahwa batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. "Itu merupakan tameng penting yang melindungi kerajinan batik nasional atas perdagangan bebas yang mulai berlaku tahun ini," katanya.
Hal senada diungkapkan perajin batik lainnya, Edi Baridi, yang memiliki ruang pamer Batik EB di sentra penjualan batik Trusmi, Cirebon. "Kami masih tetap optimistis bisa bersaing dengan produk tekstil bermotif batik yang banyak berasal dari Cina," katanya.
Namun, menurutnya, yang perlu dikhawatirkan adalah jika Cina juga belajar membuat batik. "Inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah," katanya. Karenanya, lanjut Edi, di era seperti ini dituntut kreativitas dari para perajin batik untuk mampu membuat motif batik-batik terbaru.
IVANSYAH