TEMPO Interaktif, Semarang - Lembaga Bantuan Hukum Semarang mendesak agar pemerintah segera membersihkan mafia peradilan yang bersarang di berbagai lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan di seluruh Indonesia.
"Mafia peradilan juga marak di LP, jangan kira mafia peradilan itu hanya ada di polisi, kejaksaan, dan hakim," kata Direktur LBH Semarang Siti Rahma Mary Herwaty kepada Tempo, Senin (11/1).
Rahma menyatakan para mafia peradilan ini bekerja untuk memberikan fasilitas kepada para tahanan di lembaga pemasyarakatan. Selama ini para narapidana maupun tahanan bisa menikmati kemewahan dan berbagai fasilitas asal bisa membayar. Menurut Rahma, praktek mafia peradilan tidak hanya terjadi di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu Jakarta Timur.
"Sudah menjadi rahasia umum, petugas LP juga ladang korupsi yang besar," katanya. Lembaga Bantuan Hukum ini mendesak agar Departemen Hukum dan HAM RI membersihkan perilaku koruptif para petugas Lembaga Pemasyarakatan.
Sesuai pengalaman mendampingi para kliennya selama ini, praktek mafia peradilan terjadi hampir di seluruh lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Ia mencontohkan pada saat mengadvokasi dua anak yang terkena kasus di Batang. Karena Lembaga Pemasyarakatan Batang tidak ada ruangan khusus untuk menahan anak, maka anak ini harus ditempatkan di ruangan lain. Namun, Rahma kaget karena untuk memindahkan ruang tahanan dua anak tersebut dipungut biaya hingga Rp 750 ribu per anak. Padahal, dua anak tersebut merupakan anak miskin.
Contoh lain, kata Rahma, maraknya pungutan liar di Lembaga Pemasyarakatan Kedung Pane Semarang. Setiap kali ada orang yang akan menengok tahanan maka petugas jaga meminta uang minimal Rp 10 ribu per kepala. Padahal, kata Rahma, semua orang dan semua tahanan memiliki hak untuk dijenguk tanpa ada pungutan biaya. Rahma menyatakan ada pula pungutan bagi para narapidana agar tidak dihajar oleh para petugas.
Rahma melanjutkan di setiap Lembaga pemasyarakat di Jawa Tengah selalu ada ruangan khusus dengan berbagai fasilitas seperti bebas menonton televisi, bebas menggunakan telepon seluler, bebas makan dan lain-lain.
Selama ini, kata Rahma, pelanggaran hukum hanya disorot dan diatasi sebelum ada vonis terhadap narapidana. Tapi setelah ada vonis maka dibiarkan begitu saja. Padahal, meski sudah ada vonis tapi juga ada transaksi-transaksi korup yang dilakukan narapidana dengan para petugas penjara.
ROFIUDDIN