Menurut dia, kesalahan terbesar para pejabat bank sentral adalah menggunakan analisis dampak sistemik yang subyektif. "Lebih tekankan dampak psikologi pasar yang eksplosif, padahal tidak ada psikolog," kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini kepada Tempo.
"Analisa itu serampangan," kata Hendrawan. Dia mengatakan, analisa yang sama digunakan bank sentral sewaktu ingin menyelamatkan anak perusahaannya, Bank Indover. Oktober 2008, Bank Indonesia meminta persetujuan Dewan dan Presiden untuk menambah modal Indover sebesar 540 juta euro. "Tapi setelah ditolak, tidak terjadi dampak sistemik," kata profesor administrasi negara ini.
Terlebih, panitia angket mendapat masukan baru dari mantan Direktur Pengawasan Bank I BI Zainal Abidin pada rapat pekan lalu. Pada 30 Oktober 2008, Zainal mengirim surat ke Gubernur BI Boediono dan Deputi Gubernur bidang Pengawasan Bank Siti Fadjriah yang menyatakan Century tidak memenuhi syarat pemberiah Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek. Pasalnya, bank itu dalam keadaan insolvent akibat penarikan dana nasabah. Pemberian FPJP diyakini tidak membantu bank yang saat itu sedang kering likuiditas.
Menurut anggota Pansus Maruarar Sirait, surat tersebut menunjukkan level operasional bank sentral telah melakukan pengawasan dengan baik. "Selama ini level pimpinan selalu mengatakan hanya mengikuti laporan bawahan," ujarnya.
Maruarar menduga terjadi pengambilan keputusan yang tidak tepat di level pimpinan BI karena tidak mengindahkan laporan bawahannya. "Padahal Zainal ini orang yang day-to-day (sehari-hari) mengawasi Bank Century," ucapnya.
Temuan tersebut bakal menjadi salah satu bahan pertanyaan saat panitia angket memanggil Boediono, yang kini menjabat Wakil Presiden, besok. "Starting point (titik awal) dari surat itu," kata Hendrawan.
REZA MAULANA