Hingga akhir tahun, Surakarta melakukan ekspor berbagai komoditas dengan volume 10 ribu ton dan nilai nominal US$ 42 juta. Tahun sebelumnya, Surakarta melakukan ekspor berbagai komoditas dengan volume 11 ribu ton dan nilai nominal US$ 44 juta. Meski terus bergeliat di semester kedua, namun total realisasi eskpor selama 2009 turun dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari jumlah maupun nilai.
Eko khawatir realisasi ekspor akan kembali turun akibat diberlakukannya pasar bebas ASEAN-Cina sejak awal tahun ini. "Bisa jadi pukulan telak bagi pelaku usaha di Surakarta," kata dia. Kebanyakan pelaku usaha di Surakarta berasal dari kalangan industri kecil dan menengah.
Eko berjanji, pihaknya akan segera mengumpulkan para pengusaha dan asosiasi pengusaha yang ada di daerahnya. "Kita akan menginventarisir permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha," ucap dia. Jika masalah tersebut tidak segera dipecahkan, dia melanjutkan, realisasi ekspor tahun ini bisa semakin jeblok.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Hakim, optimistis jika pengusaha di Surakarta dapat bertahan di tengah arus perdagangan bebas. Meski demikian, dirinya mengaku jika serbuan produk-produk dari Cina memang cukup mengkhawatirkan. "Pengusaha kita dikenal cukup kreatif dalam menciptakan produk-produk baru," katanya.
Ia menyarankan agar pelaku industri di Surakarta memproduksi komoditas yang spesifik, karena tingkat persaingannya masih belum begitu ketat. "Terutama yang belum diproduksi oleh Cina," ujar dia. Ia mencontohkan, salah satu perusahaan tekstil di Surakarta dikenal mampu eksis karena memproduksi produk yang sangat spesifik, misalnya seragam militer.
AHMAD RAFIQ