TEMPO Interaktif, Palembang - Aktivis lingkungan belum menyatakan setuju atau tidak setuju dengan rencana akan dibuatnya rancangan peraturan daerah (Raperda) kebakaran hutan di Sumsel. "Kami belum menyatakan setuju atau mendukung sebelum kami melihat urgensi dari Raperda kabakaran hutan tersebut," kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, Selasa (12/1).
Menurut Sadat, urgensi dari raperda itu harus jelas dahulu, raperda itu tidak hanya berisi tentang pencegahan juga antisipasi penanggulangan untuk tidak terjadi pembakaran hutan. Selain itu juga kearifan lokal harus dikedepankan. "Artinya, petani boleh membakar dengan luasan yang ditentukan dan diawasi, jangan hanya sanksi yang diatur karena selama ini petani kecil yang membakar lahan yang menjadi korban," katanya.
Raperda kebakatan hutan digagas oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Raperda tersebut akan menjadi raperda berdasarkan hak inisiatif dewan. Menurut Ketua Fraksi PKS DPRD Sumsel Yuswar Hidayatullah yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD Sumsel. Raperda tersebut akan menjadi bagian dari usulan-usulan yang muncul dari inisiatif anggota DPRD Sumsel.
Menurut Yuswar, munculnya keinginan mengusulkan raperda tersebut mengingat masyarakat Sumsel masih ada yang mengolah lahan secara tradisional. Di antaranya membuka lahan dengan cara membakar lahan. "Selama ini masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar bisa dikenai hukuman. Padahal luasan lahan kecil dan terbatas areanya," ujar Yuswar.
Dalam Raperda tersebut nantinya mengatur pembakaran lahan agar tidak meluas. Ada syarat-syarat yang dibuat sehingga pembakaran lahan untuk tujuan membuka lahan tradisional terkendali. "Selain itu juga mengatur kewajiban terhadap perusahaan perkebunan atau hutan tanaman industri untuk menyiapkan peralatan antisipasi kebakaran lahan," ujar Yuswar.
ARIF ARDIANSYAH