TEMPO Interaktif, Denpasar - Petugas di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar tidak sebanding dengan jumlah tahanan dan narapidana yang ada disana. Perbandingannya, satu petugas harus mengawasi 72 orang. Hal itu ditegaskan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Denpasar Siswanto, Selasa (12/1) usai mendampingi jajaran petugas Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali melakukan inspeksi mendadak di penjara tersebut.
Kata Siswanto, idealnya satu orang petugas penjara mengawasi lima tahanan. Namun kenyataannya, saat ini hanya terdapat 159 pegawai yang harus mengawasi 723 orang. Jumlah itupun melebihi kapasitas penjara yang berjumlah 323 orang dalam 126 kamar dan 14 blok. ‘’Minimnya petugas ini mempengaruhi pengamanan, pembinaan dan pengawasan para napi dan tahanan,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, mengatasi persoalan itu, pihaknya hanya bisa mengusulkan kepada Departemen Hukum dan HAM untuk menambah petugas. Namun itu tergantung kemampuan keuangan negara.
Mengenai pelanggaran yang sering dilakukan para tahanan dalam selnya, menurut Siswanto, misalnya ditemukan senjata tajam yang terbuat dari paku. Juga sendok yang ada di sel perempuan. Juga ada telepon genggam. Biasanya para pelanggar itu diberikan sanksi.
Sedangkan soal pemberian fasilitas tambahan karena alasan kesehatan dan kenyamanan tahanan dan napi, kata Siswanto, hanya diperbolehkan untuk hal tertentu. ‘’Misalnya napi saya perbolehkan menggunakan kasur tilam yang tipis, tidak tidur di lantai,’’ ujarnya.
Namun dia menegaskan, fasilitas yang lainnya sama. Tidak ada fasilitas istimewa. Menurutnya, di penjara Denpasar tidak ada kemungkinan tempat yang bisa dipergunakan membangun ruangan khusus berfasilitas lengkap seperti yang ada di penjara Pondok Bambu, Jakarta. ‘’Soalnya tidak ada tempat yang longgar untuk dipakai. Ada aula itupun dipergunakan untuk pertemuan,’’ selorohnya.
Kepala Pengamanan penjara Denpasar, Maliki mengakui keterbatasan petugas untuk mengawasi tahanan yang jumlahnya melebihi kapasitas. Dia hanya berharap, ada solusi persoalan ini. Misalnya dengan perubahan undang-undang agar pelanggaran tindak pidana ringan tidak diproses hingga mendapat vonis penjara.
‘’Mungkin diberikan hukuman pidana bersyarat, rehabilitasi, dan sebagainya agar jumlah napi dan tahanan tidak melebihi kapasitas,’’ ujarnya.
Sementara, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Hukum dan HAM Bali, Sumanto mengatakan sidak itu dilakukan untuk mengetahui situasi di dalam penjara. Namun, menurutnya, tidak ditemukan pemberian fasilitas yang berlebihan kepada para tahanan dan napi. ‘’Hanya ada kelebihan kapasitas tahanan dan napi karena jumlah mereka selalu meningkat,’’ ujarnya.
NI LUH ARIE SL