TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah dinilai gagal menjalankan kewajibannya dalam pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia. Dalam laporan akhir tahun Imparsial menilai negara hanya menghormati HAM secara normatif.
"Implementasi dalam penegakan aturan selama 2009 tidak dijalankan," ujar Al Araf, deputi direktur bidang reformasi pertahanan dan keamanan Imparsial saat konferensi pers di kantor Imparsial Jakarta, Selasa (12/01). Penegakan dan pemenuhan HAM tahun ini diprediksi suram.
Beberapa contoh kegagalan pemerintah dalam penegakan HAM lanjut dia adalah dieksekusi matinya 16 orang narapidana, pelanggaran HAM olah satpol PP dalam proses penggusuran, kasus korban lumpur Lapindo, penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik untuk menjerat pejuang HAM dan tidak diselesaikannya RUU Peradilan Militer.
"Khusus untuk penggunaan pasal pencemaran nama baik ini sangat memprihatinkan, sebab mulai dijadikan metode untuk mengkriminalisasi banyak orang," ujar Erwin staf riset Imparsial ditempat yang sama.
Pemerintah menurut Imparsial sejak awal juga telah meninggalkan program-program penegakan HAM. Sejak awal kampanye pemimpin pemerintahan sekarang, Susilo Bambang Yudhoyono tak pernah menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu agendanya. "Dan terbukti dalam program kerja 100 hari HAM sama sekali tak dimasukan," kata Direktur Program Imparsial Rusdi Marpauang.
Penegakan HAM tidaklah terpisah dengan penegakan hukum, sayangnya penegakan hukum di Indonesia selama setahun terakhir semakin terpuruk. Menurut Koordinator Biro Hukum Imparsial Batara Ibnu Reza pemerintah harus mereformasi seluruh institusi hukum.
"Untuk memastikan terciptanya profesionalisme aparat dalam menjalankan tugas," ujarnya. Jika tidak penegakan hukum akan semakin bobrok. Pembentukan Satgas Mafia Hukum lanjut dia juga tak akan bisa jadi jawana. "Sebab weweang satgas ini terbatas semua dikembalikan pada presiden, jadi presidenlah yang sejak sekjarang harus tegas".
Imparsial juga memprediksi penegakan HAM pada tahun ini masih suram. Sebab pemerintah dalam program kerjanya tak terlalu mempertimbangkan HAM. "Penegakan HAM akan tergantung pada usahan para korban, pembela HAM dan warga negara untuk mendapat keadilan dan penyelesaian," ujarnya. Karena itu seharusnya mulai tahun ini dewan harus lebih mengawasi pemerintah dalam penegakan HAM.
Imparsial juga menyoroti pendekatan keamanan dari pemerintah terhadap Papua. Menurut Batara hal itu harus dihentikan. "Lalukan pendekatan dialog, lupakan pendekatan keamanan," ujarnya. Sebab penambahan diploimen pasukan di Papua belakangan ini ternyata terbukti tidak menjawab kebutuhan keamanan di Papua.
Satu-satunya nilai positif pemerintah dalam penegakan HAM tahun ini adalah hasil rapat paripurna DPR RI tentang kasus penghilangan paksa. "Keputusan parlemen untuk merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM Ad hoc adalah catatan positif yang terjadi tahun lalu," kata Al Araf.
TITIS SETIANINGTYAS