TEMPO Interaktif, Jambi - Para pengusaha angkutan perkapalan di Jambi terancam bangkrut akibat adanya kebijakan Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur yang ingin membangun jembatan Muarosabak, membelah Sungai Batanghari.
Dengan ketinggian jembatan hanya 12,5 meter di atas permukaan air, akan menjadikan kapal-kapal berukuran besar tidak bisa lewat. Akibat kebijakan tersebut akan membuat kapal-kapal tak bisa mencapai Pelabuhan Talangduku, Kota Jambi.
"Kami sudah berupaya beberapa kali menyampaikan keinginan kami, agar pemda setempat membangun jembatan Muarosabak dengan ketinggian 18 meter dan lebar jarak tiang alur kapal 60 meter, namun selalu ditolak dengan alasan tak masuk akal", kata Suwarno Soerinta, Penasihat Asosiasi Perkapalan Indonesia Cabang Jambi, kepada Tempo, Rabu (13/1).
Dalam menyikapi masalah tersebut, sebanyak 16 Asosiasi yang terkait dengan perusahaan pelayaran di Provinsi Jambi, Selasa (12/1) sore, melakukan pertemuan, antara lain berasal dari Asosiasi Perkapalan Indonesia, Pelayaran Rakyat, Asosiasi Bongkar Muat Indonesia, Ekspedisi Muatan Kapal Laut, Gabungan Pengusaha Karet Indonesia, Tenaga Kerja Bongkar Muat Indonesia, serta Ikatan Perusahaan Dok dan Perkapalan Indonesia.
Bupati Tanjungjabung Timur Abdullah Hich, pada 30 November 2009, telah melayangkan surat kepada menteri perhubungan antara lain menyatakan, pihaknya akan membangun jembatan Muarosabak untuk menunjang operasional Pelabuhan Muarosabak sebagai pegganti Pelabuhan Talangduku Jambi, namun dengan ketinggian 12,5 meter. Bila ketinggiannya lebih dari itu, maka pemerintah daerah setempat kesulitan untuk mendanainya lagi.
Sikap ngotot Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur tersebut dinilai telah menentang rekomendasi menteri perhubungan. Melalui suratnya yang ditandatangani Sunaryo, Dirjen Perhubungan Laut, dalam suratnya yang ditujukan ke Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin, 28 September 2009, antara lain menyebutkan, mendukung pembangunan jembatan Muaroasabak, tapi disarankan agar dengan ketinggian 18 meter dari permukaan air.
Pada prinsipnya, Sunaryo mendukung Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur membangun inprastruktur, tapi tidak membuat masyarakat banyak mengalami kerugian akibat dampak pembangunan itu.
"Bila pembangunan jembatan Muarasabak itu dibangun hanya ketinggian 12,5 meter, maka kapal-kapal kami yang mengangkut berbagai produk baik dari dan menuju Pelabuhan Talangduku dipastikan tidak bisa lewat", ujar Suwarno.
Menyikapi masalah ini, maka 16 asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang angkutan pelayaran di Provinsi Jambi akan melayangkan surat pengaduan ke presiden, menteri perhubungan, Komisi V DPR, dan beberapa departemen terkait lainnya.
Azwar, salah seorang staf Depo Pertamina Jambi, mengakui, kapal yang mereka punya dengan ketinggian mencapai 13-15 meter , maka jika jembatan itu jadi dibuat otomatis kapal pengangkut bahan bakar minyak untuk kebutuhan warga masyarakat Provinsi Jambi akan jadi terhambat.
Sementara itu Edi Sudrajad, Ketua Tenaga Kerja Bongkar Muat Indonesia Cabang Jambi, menyatakan, bila ini terjadi maka sedikitnya 500-1.000 orang tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan Talangduku akan kehilangan pekerjaan.
Senada dengan itu, Edi Suryanto, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pelayaran Rakyat Jambi mengatakan, pengusaha pelayaran di daerah ini bukan tidak mungkin akan mengalami gulung tikar.
Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur pada 2010 ini mulai membangun jembatan Muarosabak dengan dana bersumber dari APBN senilai Rp 60 miliar. Kini tiang pancang pembangunan jembatan tersebut sudah mulai terpasang.
SYAIPUL BAKHORI