"Hanya terbit satu seri agar permintaan terkonsentrasi pada satu seri," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto saat ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1).
Strategi kedua, dia melanjutkan, pemerintah menetapkan strata untuk menekan imbal hasil. Dan strategi ketiga, pemerintah menerbitkan obligasi di saat ekonomi dunia mulai bergairah (bullish).
Kemarin pemerintah menerbitkan obligasi global senilai US$ 2 miliar dari rencana awal US$ 4 miliar. Kendati hanya menerbitkan obligasi global dalam satu seri, Rahmat mengatakan, pemerintah tetap berencana menerbitkan obligasi sukuk global dan obligasi berdenominasi yen (Samurai Bond).
Menanggapi tingginya harga obligasi global daripada obligasi Filipina, dia menjelaskan justru harga obligasi Indonesia lebih murah dari Filipina. "Harus dilihat ukurannya," kata Rahmat.
Sejak penerbitan obligasi pada 10 tahun lalu, imbal hasil obligasi Indonesia jauh membaik pada 6 persen. Sementara besaran imbal hasil sebelumnya mencapai 6,85 persen.
Saat ini Indonesia merupakan salah satu penerbit obligasi di pasar international dengan kinerja terbaik pada instrumen pasar sekunder. "Kinerjanya masih lebih baik daripada obligasi Filipina di pasar sekunder," ucapnya. Penyebabnya, kepercayaan investor asing sangat tinggi dan menguatnya nilai tukar rupiah.
Di masa lalu, imbal hasil Filipina lebih baik karena tingginya dana valuta asing yang dikirimkan tenaga kerja negeri itu di luar negeri. Selain itu, komposisi pembeli obligasi Filipina sekitar 40-50 persen adalah bank lokal, sementara Indonesia hanya 5 persen.
RIEKA RAHADIANA