Menurut Bambang, Universitas Brawijaya (UB) memang belum pernah mengantongi ijin mendirikan rumah sakit sehingga melanggar Perda Kota Malang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Ijin Mendirikan Bangunan. Terhadap pelanggaran tersebut, UB sudah dibawa ke sidang tindak pidana ringan Oktober 2009.
Dalam sidang tersebut, UB dikenakan denda sebesar Rp 5 juta dan diwajibkan mengurus perijinan. Bambang menuturkan UB sudah membayar denda dan perijinan. "Perijinan masih dalam proses di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T)," ujar Bambang.
Pembangunan RSAUB sudah berjalan sejak Oktober 2009. Dari tiga tahap pekerjaan yang dilaksanakan PT Nindya Karya selaku pelaksana pembangunan, saat ini telah merampungkan 90 persen pekerjaan tahap pertama. Hingga kini, UB belum mengantongi advise plan (AP) maupun ijin mendirikan bangunan (IMB).
DPRD Kota Malang yang melakukan inspeksi mendadak ke lokasi pembangunan rumah sakit merekomendasikan penghentian pembangunan. Bahkan, Walikota Malang Peni Suparto memerintahkan UB untuk menghentikan pembangunan. Namun, rekomendadi dan perintah ini tak dihiraukan oleh Satpol PP Kota Malang.
Wakil Ketua DPRD Kota Malang Priyatmoko Oetomo mengatakan, aktivitas pembangunan harus dihentikan karena vonis pengadilan menyebutkan UB harus mengurus perizinan. "Artinya, tak boleh ada kegiatan pembangunan sebelum mengantongi ijin," ucapnya.
Universitas Brawijaya menghadapi sejumlah masalah dalam membangun rumah sakit. Selain persoalan perijinan, UB menghadapi protes warga yang tak setuju berdirinya rumah sakit di lokasi itu karena adanya perubahan fungsi lahan dari pusat perbelanjaan menjadi rumah sakit dan pencemaran limbah rumah sakit.
Rumah sakit yang dibangun dengan dana Rp 600 miliar akan berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan dan riset, serta pengobatan umum. Dana berasal dari APBN selama tiga tahun dan direncanakan akan mulai dioperasikan pada 2011.
Dibangun di kawasan Jalan Soekarano Hatta Kota Malang, rumah sakit dibangun di atas lahan seluas 2,5 hektar. BIBIN BINTARIADI.