Kucuran yang lebih besar dari hasil keputusan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu dilakukan hanya berdasarkan informasi lisan yang diperoleh dari Bank Indonesia pada 23 November 2008 yang menyatakan bahwa data rasio kecukupan modal (CAR) Century merosot sehingga kebutuhan dana penyelamatan membengkak menjadi Rp 2,6 triliun.
“Atas pemberitahuan BI tanggal 23 November 2008 sore itu, bahwa keperluannya Rp 2,6 triliun. Memang masuk uangnya duluan, baru suratnya. Karena kami sudah diinformasikan, CAR-nya minus naik, dan tinggal menunggu suratnya saja,” kata Darmin menjawab pertanyaan anggota Panitia Angket, Henderawan Supratikno dan Andi Rahmat, dalam pemeriksaan Panitia Khusus Angket Bank Century Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (18/1).
“Lantas mengapa dikucurkan yang Rp 1 triliun terlebih dahulu, bukan yang Rp 632 miliar saja dahulu?” tanya Hendrawan. “Ini bank kalau salah urus bisa kolaps ini. Tingkat kepercayaan bank itu. Undang-undangnya menyebutkan tugas LPS tidak hanya memberikan kucuran modal tapi juga harus menyehatkan bank ini,” jawab Darmin.
Menurut Darmin, seusai menerima informasi dari Bank Indonesia, LPS menginformasikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang saat itu sedang berada di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Jawaban Menteri Sri, kata Darmin, bahwa hal tersebut persoalan LPS. Alhasil, LPS pun menggelar rapat pada 24 November 2008 dan memutuskan untuk mengucurkan Rp 1 triliun.
Darmin baru mengetahui belakangan setelah kucuran dana itu bahwa merosotnya CAR Century disebabkan perhitungan surat-surat berharga yang dinyatakan macet. “Mengapa anda tak mempersoalkan kualitas data dari BI yang berubah-ubah?” tanya Hendrawan sekali lagi. “Kami tidak memikirkan kualitas data yang diberikan BI, tapi agar bank ini tidak gagal di tangan LPS,” jawab Darmin lugas.
Apalagi, menurut Darmin, jika memang ada kesalahan pada data bank sentral saat itu, ada mekanisme lain untuk mengukur dan memberikan sanksi. Yang jelas ketika itu, LPS tak memiliki data pembanding yang bisa dijadikan rujukan mengukur data yang disodorkan Bank Indonesia. “Karena yang memiliki data memang mereka,” katanya.
AGOENG WIJAYA