TEMPO Interaktif, Langsa - Polisi memburu Dedy Saputra, 27 tahun, satu dari tiga polisi syariah (Wilayatul Hisbah) Kota Langsa, Aceh Timur, yang menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap seorang gadis 20 tahun. "Dia kini berstatus buron dan akan terus diburu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Langsa Ajun Komisaris Besar Drs Yosi Muhamartha kemarin.
Berbeda dengan Dedy yang melarikan diri saat dicari polisi, dua polisi syariah lainnya, yaitu M. Nazir, 25 tahun, dan Feri Agus, 24 tahun, sudah diperiksa serta ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan. Ketiganya dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal pemerkosaan, yang ancaman hukumannya 12 tahun penjara.
Kasus pemerkosaan ini bermula pada Kamis pekan lalu. Saat itu gadis berinisial N tersebut tertangkap khalwat dengan teman prianya di Jalan Lingkar PTPN I, Langsa, oleh Polisi Syariah Langsa. Polisi syariah adalah badan yang bertugas menegakkan hukum-hukum Islam di Aceh, yang kelahirannya merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
N dan teman prianya pun dibawa ke Markas Polisi Syariah. Sebelum hari beranjak malam, N hampir dilepas, tapi tak jadi karena yang menjemput bukan orang tuanya. Akhirnya gadis itu tetap berada di tahanan, yang terpisah dengan teman prianya.
Pemerkosaan terjadi sekitar pukul 01.00 WIB, Jumat lalu. Pelakunya adalah tiga polisi syariah, yang dua di antaranya sedang berjaga malam itu. Kasus memalukan ini mulai terkuak setelah polisi syariah yang bertugas pada Jumat sekitar pukul 11.00 WIB mendapati gadis itu terus-menerus menangis di tahanan. Petugas setempat pun kemudian mengorek keterangan N. Rupanya dia telah diperkosa.
Saat itu juga ketiga polisi syariah tersebut dipanggil ke kantor. Dua di antaranya, yaitu Nazir dan Agus, datang dan mengakui perbuatannya. Nazir dan Agus lantas dilaporkan ke kantor polisi. Dedy bersikap lain. Ia tak memenuhi panggilan dari kantornya. Bahkan, saat polisi datang ke rumahnya di Gampong Asampetek, Langsa Lama, Jumat itu, dia juga tak ada.
Hospi Novizal dari lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh menilai kasus ini sebagai kejahatan serius karena dilakukan oleh aparat yang seharusnya menjaga hukum. "Ini hukumannya harus lebih berat," kata dia. Selain pelaku adalah penjaga hukum, kasusnya terjadi di dalam tahanan, tempat seharusnya korban mendapat perlindungan. "Ini malah diperkosa," kata Hospi, dengan nada geram.
IMRAN MA