TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Sri Astuti Suparmanto mengakui menerima gratifikasi dari rekanan bisnis sebesar Rp 500 juta. Hal ini terungkap dari sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa bekas Menteri Kesehatan Achmad Sujudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (21/1).
"Saya mendapat Rp 500 juta dari (Komisaris Kimia Farma) Gunawan Pranoto. Saya tidak mau tapi dipaksa," kata Sri Astuti.
Uang gratifikasi itu, ujarnya, berbentuk sepuluh lembar cek pelawat bernilai masing-masing Rp 50 juta yang diselipkan dalam sebuah map. Namun setelah Sri Astuti diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, uang tersebut telah diserahkan kepada Komisi dalam bentuk uang tunai. "Saya menyesal," ucapnya.
Dalam kasus pengadaan alat kesehatan yang melilit Achmad, Sri Astuti bukanlah satu-satunya petinggi Departemen Kesehatan yang mengakui menerima gratifikasi. Sederet pembesar, mulai dari Sekretaris Jenderal Dadi S Argadiredja hingga anggota panitia Pemeriksa Barang, juga mendapatkan kucuran uang hingga Rp 3,11 miliar dari PT Kimia Farma Trading & Distribution serta PT Rifa Jaya. 32 orang Direktur atau Kepala Rumah Sakit Umum Daerah pun kebagian Rp 8,35 miliar.
Achmad terancam dipenjara seumur hidup karena diduga melakukan korupsi dalam proyek pengadaan alat kesehatan untuk daerah kawasan timur Indonesia dan Palang Merah Indonesia Pusat pada tahun 2003. Pengadaan alat dilakukan melalui penunjukan langsung, bertentangan dengan prosedur yang semestinya melalui tender.
Harga barang pun digelembungkan sehingga total proyek bernilai Rp 190,45 miliar. Berlawanan dengan aturan, pembayaran pun dilunasi Departemen Kesehatan sebelum seluruh barang diserahkan. Akibatnya, negara dirugikan setidaknya Rp 104,46 miliar. Achmad sendiri juga dituding menerima Rp 700 juta.
Pengacara Achmad, Humphrey Djemat, berpendapat seharusnya para bekas bawahan kliennya pun diseret Komisi ke meja hijau. Sebab, pengembalian gratifikasi tak menghapuskan perbuatan pidana mereka.
BUNGA MANGGIASIH