Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Laporan IPCC Tentang Gletser Himalaya Ditinjau Ulang

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, New Delhi - Para ilmuwan, yang tergabung dalam panel iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), akan meninjau kembali laporan yang berisi perkiraan bahwa gletser Himalaya mungkin akan lenyap pada 2035. Temuan itu mendapat kritik pedas dari pemerintah India karena tidak didukung bukti kuat.

Pada 2007, laporan panel PBB itu menyatakan pemanasan global dapat membuat ribuan gletser Himalaya meleleh dan hilang pada 2035 jika laju pemanasan terus berlanjut. "Kami mempelajari isu gletser Himalaya dan akan menentukan posisi terhadap masalah itu dalam dua atau tiga hari mendatang," kata Rajendra Pachauri, Ketua Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Pakar lain mengatakan, 10 sungai gletser utama Asia akan mengering dalam lima dekade mendatang. Ratusan juta penduduk di India, Pakistan, dan Cina akan terkena dampak peristiwa itu.

Menteri Lingkungan India Jairam Ramesh mempertanyakan temuan dalam laporan 2007 itu, Senin lalu. "Gletser itu memang menyusut dan laju penyusutannya memang menyebabkan keresahan," kata Ramesh. "Meski begitu, ramalan 2035 itu sedikit pun tidak berlandaskan pada bukti ilmiah."

Pakar iklim lain mengatakan, proyeksi 2035 tidak berdasarkan pada temuan ilmiah yang telah melewati peninjauan oleh kelompok pakar. Ilmuwan India, yang pertama kali mencetuskan proyeksi melelehnya gletser Himalaya pada 1999, kini mengakui bahwa itu hanya spekulasi.

Cacat pada laporan IPCC amat mengkhawatirkan karena temuan itu adalah panduan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Ramesh mengatakan, dia dituding melakukan riset tanpa mengikuti metode ilmiah ketika mempertanyakan temuan IPCC tentang Himalaya itu.

Laporan IPCC 2007 menyebutkan: "Gletser di Himalaya menyusut jauh lebih cepat daripada bagian lain di dunia dan bila laju penyusutan itu terus berlanjut, ada kemungkinan ia akan lenyap pada 2035 dan mungkin lebih cepat lagi bila Bumi tetap memanas dengan laju saat ini."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Laporan itu juga menyinggung tentang penyusutan gletser Himalaya. "Total areanya akan menyusut dari luasnya saat ini, 500 ribu kilometer persegi, menjadi 100 ribu km2 pada 2035."

Pada konferensi iklim di Kopenhagen, Desember lalu, Pachauri, seorang warga India, mempertahankan temuan IPCC itu setelah terbongkarnya skandal e-mail yang dibajak dari University of East Anglia di Inggris. Dalam skandal e-mail itu, kelompok yang meragukan perubahan iklim menuduh para ilmuwan berkolusi menyembunyikan data lain.

November lalu, Ramesh mengatakan, penelitian yang didukung oleh pemerintah India tidak menemukan bukti kuat untuk menghubungkan penyusutan gletser Himalaya dengan perubahan iklim. Dia mengatakan sebagian besar dari 9.500 gletser Hilmaya memang menciut, tapi laju penyusutan beberapa gletser lebih lambat atau justru meningkat.

 TJANDRA |  REUTERS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

29 Mei 2023

Ilustrasi kekeringan. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

Banyak faktor yang membuat fenomena kekeringan terjadi. Seperti badai El Nino 2015 di Indonesia dan masih banyak lagi.


Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

14 September 2022

Mahasiswa UGM Gagas Pemanfaatan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan. ugm.ac.id
Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

Mahasiswa UGM menggagas inovasi pemanfaatan aspal sebagai kolektor panas Asphalt Thermal Collector untuk mengurangi peningkatan suhu.


Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

3 Juni 2022

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) menyalami pembalap tim Mercedes-EQ Formula E Nyck De Vries (kanan) saat Meet and Greet Pebalap Formula E di kawasan Monas, Jakarta, Kamis 2 Juni 2022. Ajang Jakarta E-Prix 2022 akan digelar pada Sabtu 4 Juli 2022. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

Anies Baswedan mengatakan balapan Formula E merupakan jawaban Jakarta untuk menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.


Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

24 September 2021

Dikta Yovie n Nuno atau Pradikta Wicaksono. Foto: Instagram Dikta.
Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

Pradikta Wicaksono mengungkapkan kejengkelannya ketika penampilannya yang disebut dekil, kurus, dan gondrong ini dikaitkan dengan tuntutan menikah.


Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

31 Agustus 2021

Ilustrasi Generasi Milenial. all-souzoku.com
Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

Setiap generasi memiliki ciri spesifiknya, apa perbedaan Generasi Z dan pendahulkunya, Generasi Milenial?


Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

31 Agustus 2021

Ilustrasi menggunakan ponsel sambil berjalan. bbc.com
Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

Istilah Generasi Z berseliweran di media sosial. Apa sebenarnya yang dimaksud Gen Z ini dan bagaimana ciri-cirinya?


Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

20 April 2021

Faisal Basri. TEMPO/Jati Mahatmaji
Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

Ekonom senior Faisal Basri ikut mendorong perbankan untuk tidak lagi membiayai proyek-proyek batu bara.


BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

6 April 2021

Pengendara motor melintas di samping tiang listrik yang patah akibat diterjang angin kencang di Kota Kupang, NTT, Senin, 5 April 2021. Angin kencang tersebut dipengaruhi badai siklon Seroja yang tengah terbentuk di wilayah NTT. ANTARA/Kornelis Kaha
BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

BMKG mengatakan dampak siklon ke-10 ini yang paling kuat dibandingkan siklon-siklon sebelumnya, Masuk ke daratan dan menyebabkan banjir bandang.


Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

18 Januari 2021

Menteri Sosial Tri Rismaharini membantu membungkus nasi saat mengunjungi Posko Banjir Desa Wonoasri di Tempurejo, Jember, Jawa Timur, Senin, 18 Januari 2021. Risma terlihat memegang centong nasi untuk membantu petugas yang tengah sibuk menyiapkan nasi bungkus ke korban bencana. dok.Humas Kemensos
Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

Mensos Risma menyebut peristiwa erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur kemungkinan sebagai dampak dari pemanasan global atau global warming.


Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

15 Oktober 2019

Berkurangnya krill sebagai sumber makanan bagi penguin tidak hanya akibat pemanasan global, tapi juga karena perburuan besar-besaran oleh pabrik pengolah ikan. boredpanda.com
Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

Pariwisata menyumbang pembuangan karbon dalam Global warming. Itulah yenga mendorong pebisnis tur Rick Steves menyumbang US$ 1 juta.