TEMPO Interaktif, Tangerang - Perusahaan Listrik Negara Distribusi Jaya Tangerang memperkirakan tidak stabilnya tegangan listrik yang terjadi di area jaringan listrik Tangerang akan berlangsung lama.
Naik turunnya tegangan listrik sejak tiga bulan terakhir ini yang telah merugikan puluhan industri di Tangerang tersebut disebabkan belum maksimalnya interbass trafo (IBT) kembangan yang terbakar beberapa waktu lalu.
"Ditambah PLN memang masih kekurangan pembangkit," ujar Budi, Supervisor Analisa dan Evaluasi Gangguan Area Jaringan Tangerang, PLN Disjaya Tangerang, saat ditemui di kantornya, Senin (1/2).
Menurut Budi, penyebab utama tidak stabilnya voltase listrik untuk beberapa gardu induk di Tangerang karena alat untuk menurunkan tegangan dari 500 Kv ke 150 Kv di Kembangan dan Cawang yang terbakar belum sepenuhnya bisa digunakan.
Akibatnya, arus listrik sebanyak 150 Kv yang diolah kembali menjadi 20 Kv dan dialirkan ke 19 gardu induk sampai ke pelanggan tidak maksimal. "Kapasitas listrik yang dialirkan tidak seimbang dengan penggunaan yang akhirnya terjadi turun naik tegangan," kata Budi.
Budi mengakui, dalam beberapa bulan belakangan ini keluhan serupa dari kalangan industri secara berkala datang ke pihaknya. "Yang banyak justru dari wilayah Teluk Naga,"kata dia.
PLN, kata dia, sudah kewalahan menanggapi protes dan keluhan dari para pelanggan tersebut. Kebanyakan yang mengeluhkan turun naiknya tegangan itu adalah pelaku industri.
Budi menyarankan agar perusahaan mengikuti program mengalihkan hari libur dan membuat strategi produksi dengan tidak mengikuti pola beban puncak listrik yang terjadi pada pukul 08.00-10.00 WIB mulai turun, 10.00-16.00 WIB kondisi listrik benar-benar sudah drop dan pada pukul 05.00 WIB hingga esok paginya kondisi sudah kembali normal.
Melihat kondisi tersebut, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Tangerang pesimistis. Mereka sudah menyampaikan masalah listrik tersebut sudah berkali-kali, tapi hingga kini belum ada penyelesaian.
Menurut Juanda Usman, Sekretaris Jenderal Apindo Kabupaten Tangerang, selain dirugikan hingga ratusan miliar rupiah, masalah kelistrikan ditambah dengan masalah lainnya telah mengakibatkan pertumbuhan industri di wilayah Tangerang dalam dua tahun terakhir ini semakin menurun bahkan cenderung stagnan.
Menurut Juanda, krisis listrik yang sering terjadi di Jabotabek membuat pengusaha "gerah" dan memilih hengkang dari Tangerang. Pemadaman sepihak yang terjadi beberapa waktu lalu, contoh yang merugikan hingga miliaran rupiah.
Hal itu terbukti dengan stagnannya pertumbuhan industri di Kabupaten Tangerang dalam setahun terakhir. Hingga sekarang belum ada industri baru yang muncul di daerah ini. ”Yang ada malah industri yang gulung tikar dan diambang kebangkrutan,” ujar Juanda.
Sebab lainnya investor dan calon investor di Kabupaten Tangerang mulai mengalihkan lokasi usahanya ke kawasan lain karena infrastruktur yang kurang memadai ditambah dengan regulasi yang kurang mendukung.
Menurut dia, ada beberapa pengusaha di Kabupaten Tangerang mulai mengembangkan usahanya ke daerah lain seperti Karawang dan Sukabumi. "Belum lagi calon investor yang membatalkan niat membuka usaha di sini dan mengalihkan ke daerah lain," kata Juanda.
Pertimbangan para pengusaha adalah infrastruktur jalan Kabupaten Tangerang yang kurang memadai, banyak yang rusak. Padahal jalan menjadi hal yang penting untuk menjadi sarana angkutan bahan baku dan produk jadi.
Selain itu, upah minimum kota/kabupaten (UMK) di Kabupaten Tangerang termasuk tertinggi. Hal ini tentu memberatkan pengusaha karena membebani ongkos produksi. UMK di Kabupaten Tangerang saat ini adalah Rp 1.125.000. "Bandingkan dengan UMK di Sukabumi yang hanya Rp 700 ribuan," katanya.
Belum lagi kebijakan perizinan di Kabupaten Tangerang yang membuat pengusaha terkesan dipersulit. "Lama dan mahal," ujar Juanda. Tidak ada tarif pasti dan banyaknya perizinan yang harus dilengkapi di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kabupaten Tangerang menjadi pertimbangan para pengusaha.
Joniansyah