Dari 20 komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi di kota Mataram lima urutan pertama adalah beras (1,1429 persen), nasi (0,2707 persen), dan tomat sayur (0,1868 persen). Adapun batu bata memberi sumbangan 0,1546 persen dan gula pasir (0,1490) persen. Sedangkan di kota Bima, setelah beras (0,7232 persen), adalah gula pasir (0,0773 persen), tomat sayur (0,0731), sepatu (0,0651 persen) dan cabe rawit (0,0570 persen).
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik NTB Soegarenda dalam penyampaian rutin Berita Resmi Statistik, Senin (1/2) sore, terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 120,40 pada Desember 2009 menjadi 122,54 pada Januari 2010. "Terjadi kenaikan indeks semua kelompok," katanya.
Penyebabnya adalah kenaikan semua indeks kelompok. Adapun rincinan penyebab inflasi adalah kelompok bahan makanan 4,68 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 2,32 persen, dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,22 persen.
Sementara itu, kelompok sandang sebesar 0,17 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,24 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,11 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,03 persen.
Dari lima kota di Bali dan Nusa Tenggara yang menghitung indeks harga konsumen, semuanya mengalami inflasi. Maumere di Nusa Tenggara Timur (NTT) tertinggi sebesar 3,56 persen, Kupang (NTT) 3,08 persen, Mataram (NTB) 2,09 persen, Denpasar (Bali) 0,95 persen, dan Bima (NTB) 0,062 persen.
Adapun perkembangan nilai tukar (daya beli dibanding pendapatannya) petani NTB menurut subsektor padi dan palawija tercatat 91,83, hortikultura (95,07), tanaman perkebunan rakyat (93,32), peternakan (117,49), dan nelayan (95,61).
SUPRIYANTHO KHAFID