TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Tak hanya barang-barang elektronik saja yang diperjualbelikan dengan mencantumkan label garansi. Membeli kain batik pun ada garansinya pula.
Begitulah trik jual beli kain batik yang diterapkan Endang Murtiningsih, pemilik usaha batik lukis “Larasati” yang turut membuka stan usahanya di Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) Yogyakarta, Jumat (5/2).
Bukan lantaran produk-produk batik yang dipamerkan dan dijualnya tak laku-laku. Melainkan karena seni batik yang dilukiskan pada produk-produknya adalah batik lukis, bukan batik tulis, batik cap, maupun printing. Mengingat masyarakat lebih familiar dengan model-model batik kebanyakan.
Menurut Endang, pembeli khawatir, jika produk batik lukis yang dibelinya ternyata luntur saat dicuci. Meskipun Endang sudah menjelaskan, bahwa produk batinya anti luntur dan anti pudar warnanya karena bahan yang dipergunakannya berkualitas.
Bahkan warnanya bisa tahan selama lima tahun tanpa mengalami perubahan warna. Alasan itu pula yang membuat Endang memberikan garansi dua minggu kepada pembeli. Sekaligus sebagai ajang promosi atas usaha yang baru dikembangkan pada 2009 lalu.
“Kalau batik dicuci ternyata luntur atau pudar akan saya ganti dengan yang baru,” kata Endang memberi jaminan.
Endang menggelar produk batik lukisnya dengan model aneka rupa. Mulai dari bentuk T-shirt, kemeja, maupun gaun. Harga yang dipatoknya pun bervariasi, mulai dari Rp 55 ribu yang berupa kaos batik, hingga Rp 150 ribu untuk kemeja dan Rp 300 ribu untuk gaun.
“Harganya tergantung banyaknya lukisan, kualitas bahan dan variasi model pakaian,” kata Endang yang mengaku bisa menjual 200 potong pakaian batik lukis dalam sebulan. .
Hampir setahun Endang menggeluti usaha batik lukisnya di Prambanan, diakuinya sudah puluhan motif yang dibuatnya. Meskipun berupa lukisan, Endang menegaskan, bahwa batik lukisnya sesuai dikenakan untuk segala usia, baik tua maupun muda. Pembeli pun dapat memesan motif sesuai selera, bahkan membawa sendiri desain yang diinginkannya.
“Tapi kurang cocok untuk ke kantor,” kata Widiastuti, salah satu pegawai Pemerintah Kabupaten Sleman yang tengah berbelanja di seputaran PMPS.
Pasalnya, pakaian batik yang dikenakan pegawai Pemkab Sleman setiap tanggal 2 itu haruslah model pakaian batik yang disesuaikan dengan prinsip sopan, rapi estetika di lingkungan kerja dan memperlihatkan budaya daerah. Sedangkan produk pakaian dengan motif batik lukis milik Endang ditengarai lebih cocok untuk acara-acara nonformal.
Sebagaimana instruksi dalam surat edaran Bupati Sleman Nomor 025/0213 tanggal 29 Januari 2010 tentang pemakaian batik, bahwa pengenaan pakaian batik berubah dari setiap Sabtu menjadi setiap tanggal 2 mulai 2010. Mengingat sejak awal Desember 2009 lalu, Pemkab Sleman memberlakukan lima hari kerja.
PITO AGUSTIN RUDIANA