Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menerima fee dari Bank Jatim sejak 1998 hingga tahun 2005. Belakangan pemberian fee ini dipersoalkan KPK sebagai gratifikasi.
Menurut Gus Ipul, sapaan akrab Saifulah, fee itu seluruhnya telah tersalurkan untuk beberapa kebutuhan diantaranya untuk menyumbang pesantren, membangun masjid, membangun lapangan bola bahkan untuk memberikan bonus bagi atlit PON dari Jatim.
"Ibaratnya tiap hari kita naik sepeda, tiba-tiba sekarang naik sepeda dilarang. Masak masalah naik sepeda yang dulu-dulu sekarang harus dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Fee ini, menurut dia, secara hukum memang diperbolehkan dengan terbitnya aturan dari BI pada tahun 1998. Hanya saja pada tahun 2005, BI mengeluarkan larangan pemberian fee ini.
Meski demikian, dirinya menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada BI (selaku regulator), Depdagri (perwakilan pemda), serta KPK (yang nangani kasus ini). "Kita tanya ke mereka, kalau harus dikembalikan seperti apa, apa ambil dari APBD atau dana apa,” katanya Gus Ipul.
Ketua Komisi Keuangan DPRD Jatim Kartika Hidayati mengatakan, untuk mengetahui aliran dana fee dari bank Jatim ini, pihaknya berjanji akan turun ke seluruh cabang bank Jatim serta seluruh pemkab/pemkot se-Jatim.
“Total dana dari fee itu Rp 71,4 miliar, tapi Pemprov dapat Rp 17,7 miliar. Sisanya ternyata tersebar diterima Pemkab/Pemkot se-Jatim,” kata Kartika.
ROHMAN TAUFIQ