Pesawat berpenumpang 70-80 orang ini, mampu mendarat di landasan sepanjang 1.200 meter. Pesawat diproduksi tiga bulan lalu dengan desain interior dan panel canggih serba digital. Meski mesin penggerak menggunakan propeler, namun kecepatannya menyamai kecepatan pesawat bermesin jet.
Bert juga mengklaim pesawat jenis ini didesain dengan kenyamanan dan keamanan berstandar tinggi. Menurutnya, selama 10 tahun terakhir tak ada insiden kecelakaan besar yang menimpa pesawat jenis ini. Kini, katanya tak ada pesawat sejenis yang menyamai pesawat yang memadukan sisi ekonomis dengan desain teknologi canggih. "Tak ada pembanding pesawat jenis ini di dunia," ujarnya.
Bert menyebutkan mesin pesawat ramah lingkungan, mampu menghemat bahan bakar hingga 2 persen dengan kecepatan jelajah yang tinggi. Di dalam kabin seluruh pencahayaan bersumber dari lampu LED untuk mengurangi bobot dan biaya perawatan. Juga dilengkapi teknologi untuk meredam suara bising propeler di dua sisi sayap pesawat. Lantai dan dinding, katanya, menggunakan bahan kedap suara.
Menurut dia, pertumbuhan industri penerbangan Asia-Pasifik cukup pesat. Ia juga menjamin persediaan suku cadang yang mencukupi serta pusat perawatan yang memadai di Sidney, Australia, Shanghai, China dan Tokyo, Jepang. Selama ini, sebanyak 200-400 pesawat jenis Q400 terjual untuk 30 maskapai penerbangan di Inggris, Jepang dan Australia.
Untuk menguji pesawat, sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pengusaha diajak terbang selama 45 menit di atas Kota Surabaya. Dalam penerbangan ini, penumpang merasakan kenyamanan laiknya menumpang pesawat bermesin jet. Meski demikian, saat tinggal landas dan mendarat penumpang merasakan hentakan yang cukup keras.
"Tak ada riwayat kecelakaan yang fatal selana ini," kata pengamat dirgantara, Dudi Sudibyo usai menumpang pesawat. Namun, Dudi mengigatkan perawatan dan pergantian suku cadang harus sesuai dengan aturan dan jadwal yang benar.
Menurut Dudi, Indonesia merupakan pasar potensial lantaran pertumbuhan industri penerbangan cukup tinggi. Terbukti sejumlah maskapai penerbangan banyak membelanjakan modal untuk membeli pesawat baru. EKO WIDIANTO.