Akibatnya, Ujang Efendi, 56 tahun, salah satu pasien, tidak berani kembali berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Sebab, penderita penyakit jantung ini keberatan jika harus menebus obat yang harganya mencapai Rp 150 ribu.
"Bukan saya tidak mau berobat. Tapi saya tidak mampu kalau harus menebus obat seharga itu," kata Ujang yang hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur akibat pembengkakan di kaki, di rumahnya di Kampung Beting, Jakarta, Selasa (9/2).
Saat terakhir berobat ke dokter spesialis jantung Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Desember 2009, kakek tiga cucu yang bekerja sebagai tukang sapu di sebuah depo kontainer ini hanya diberi resep untuk lima hari. Sedangkan, waktu berobat selanjutnya berjarak satu bulan.
Sulasmi, 53 tahun, istri Ujang, ikut mengeluh soal mahalnya obat yang harus ditebus ke dokter yang memeriksa suaminya. "Dokter malah menyuruh suami saya berobat ke puskesmas," ujar tukang mencuci pakaian berpenghasilan Rp 200 ribu per bulan ini.
Saat membawa suaminya ke puskesmas dengan harapan mendapatkan obat jantung gratis, Sulasmi justru dimarahi dokter di puskesmas. "Kalau penyakit jantung, di sini tidak tersedia obatnya," kata dia, menirukan ucapan dokter puskesmas.
Perlakuan serupa juga dialami pasien penyakit jantung bernama Tohar Situmorang, 46 tahun, dan Rusti, 66 tahun. Bapak tiga anak dan janda ini dipaksa menebus empat macam obat di apotek di luar Rumah Sakit Umum Daerah Koja. "Dari empat obat, harga obat jantung bisa mencapai Rp 120 ribu," ujar Tohar.
Keduanya juga pernah menyampaikan keluhan kepada dokter jantung yang memeriksanya sekaligus memohon agar diberikan resep untuk satu bulan. "Dia bilang tidak bisa," kata Tohar.
Sama seperti Ujang, Tohar dan Rusti malah disuruh ke puskesmas bila obatnya habis. Akibatnya, mereka tidak pernah kembali berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Koja, karena trauma dimarahi.
Ketua Tim Pelaksana Jamkesmas Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan tindakan Rumah Sakit Umum Daerah Koja tersebut tidak dibenarkan. "Pemegang Kartu Jamkesmas tidak boleh mengeluarkan uang sepeserpun untuk berobat dan membeli obat," kata Usman, saat dihubungi melalui telepon.
Saat dimintai konfirmasi, juru bicara Rumah Sakit Umum Daerah Koja Caroline Kawinda justru belum tahu persoalan tersebut. "Akan saya cek," ujar Caroline melalui pesan pendek.
Bahkan, ia malah meminta data-data pasien tersebut kepada Tempo. "Siapa nama pasiennya? Biar bisa saya cari rekam medisnya," ujar dia.
WAHYUDIN FAHMI