Menurut wakil menteri, potensi kehilangan ekspor sebesar US$ 700 juta tersebut baru dilihat dari ekspor komoditi minyak sawit. "Jadi, sebetulnya potensi kehilangan bisa lebih besar dari itu," kata dia. Mahendra menambahkan, selain CPO, produk Indonesia yang berpotensi diekspor ke Pakistan adalah barang elektronik dan garmen. "Tetapi, yang mencolok adalah CPO," ujarnya.
PTA adalah perjanjian kerjasama perdagangan yang dilakukan untuk meningkatkan perdagangan bilateral antara dua negara. Proses untuk menyepakati PTA Indonesia-Pakistan dilakukan sejak 2005. Mahendra lalu menyebutkan, hingga saat ini, pembahasan mengenai PTA Indonesia-Pakistan masih dilakukan. Kedua negara belum menemukan kata sepakat mengenai produk apa yang ditawarkan dan bisa diterima masing-masing negara. Dua produk utama yang ditawarkan masing-masing pihak adalah CPO dan jeruk kino.
Dia menambahkan, salah satu penyebab kerugian karena Pakistan sudah melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain. "Sementara kita menyelesaikan negosiasi untuk menemukan kesepakatan, negara lain masuk terus (untuk menjalin kerjasama perdagangan dengan Pakistan)," kata Mahendra.
EKA UTAMI APRILIA