Besar pengurangan, kata Edy, bisa mencapai 10-15 persen dari kuota ekspor Cina. Menurutnya, permintaan pengurangan ekspor perlu dilakukan terutama untuk melindungi industri dalam negeri yang dikhawatirkan goyah akibat implementasi perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA). Misalnya, tekstil, produk tekstil, barang elektronik, dan alas kaki.
Pada pengajuan permintaan pembatasan kuota ekspor, Indonesia tidak perlu menawarkan produk ekspornya untuk dibatasi sebagai imbal baliknya. "Sebab, sifatnya kan sukarela dari Cina," kata dia. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pun tak melarang hal ini. "Karena prinsipnya dilakukan sukarela negara pengirim," kata Edy.
Kata Edy, Kamar Dagang dan Industri Malaysia sudah meminta pembatasan ekspor sejumlah produk Cina. "Maka, negara
ASEAN lainnya juga diharapkan melakukan hal yang sama," ujarnya. Menurutnya, pembatasan kuota ekspor merupakan salah satu strategi non tarif untuk mengurangi dampak negatif ACFTA. Disamping itu, pemerintah akan terus melanjutkan upaya renegosiasi. Sementara ini, kata Edy, timnya sedang melakukan pembahasan mengenai kemungkinan pengajukan voluntary export restraint tersebut.
Sebagaimana diketahui, mulai awal Januari 2010, bea masuk untuk sejumlah produk yang termasuk dalam kategori normal track ACFTA, tarifnya diturunkan menjadi nol. Sejumlah pengusaha mengkhawatirkan produknya tidak bisa bersaing dengan produk Cina yang harganya murah.
EKA UTAMI APRILIA