TEMPO Interaktif, Bandung - Rektor Universitas Katolik Parahyangan Cecilia Lauw menyatakan, nama baik kampusnya tak tercemar kasus penjiplakan tulisan oleh Profesor Anak Agung Banyu Perwita. "Sebab pengiriman artikel (jiplakan) ke koran itu perbuatan pribadi," katanya, Kamis (11/2).
Kerugian kampus, ujar dia, karena harus kehilangan salah satu profesornya. Sebelumnya, Rektor telah menyampaikan usulan kepada Yayasan Universitas Parahyangan agar Banyu Perwita dipecat. Keputusan yayasan itu akan dijatuhkan besok.
Cecilia mengaku sedih atas kasus penjiplakan oleh dosennya. Karena itu, ia menolak bertemu dengan Banyu Prawita yang ingin meminta maaf. "Saya sedih," ucapnya.
Banyu, menurut dia, dosen favorit mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Cara mengajarnya menarik, enak didengar, dan fasih berbahasa Inggris. "Banyu itu mutiara yang berharga bagi Universitas Parahyangan," katanya. Walau begitu, mahasiswa dinilainya tidak mendukung kasus penjiplakan oleh Banyu.
Rektorat Universitas Parahyangan selanjutnya akan memperketat seleksi tulisan para dosen. Selama ini, kata Cecilia, tulisan diseleksi oleh jurusan. "Tapi untuk ke media (cetak) tidak," ujarnya.
Selain itu, menurut Ketua Senat Universitas Parahyangan Johannes Goenawan, Rektor akan membuat program deteksi penjiplakan tulisan. Sebelumnya diberitakan, tulisan Profesor Anak Agung Banyu Perwita di harian The Jakarta Post, November 2009, diketahui menjiplak artikel seorang warga Australia yang dibuatnya pada 2007.
Rektor menegaskan, sanksi bagi Banyu hanya terkait dengan kasus penjiplakan itu saja. Dia membantah ada kasus-kasus lain sebelumnya yang mendorongnya untuk memecat dosen mata kuliah Kajian Strategis dan Politik Global Amerika Serikat tersebut.
ANWAR SISWADI