TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengatakan, Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) di area Hutan Tanaman Industri (HTI) harus ditinjau ulang. “Izin tersebut harus dipelajari lagi,” kata Elfian ketika dihubungi Tempo, Sabtu (13/2).
Menurut Elfian, sebuah perizinan baik yang dikeluarkan oleh daerah maupun oleh instansi terkait harus mempunyai dasar hukum yang berupa undang-undang.
Jadi terkait masalah IPK yang disebut-sebut melibatkan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), menurut dia, juga harus dikembalikan pada peraturan perundangan yang berlaku. “Harus dilihat sejauh mana perizinan HTI ini tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku,” katanya.
Namun ketika diminta memperinci mengenai berapa luas hutan di Provinsi Riau yang berstatus HTI, dan dari jumlah itu berapa luas area yang izin pemenfaatannya dipegang oleh RAPP, Elfian menolak. “Penelitian kami masih berjalan, jadi hasilnya belum bisa kami rilis. Angka-angkanya masih perlu diverifikasi,” tukasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini memang belum mempunyai bukti keterlibatan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam kasus penyelewangan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). Namun penahanan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Asral Rachma oleh KPK sejak Rabu (10/2) merupakan indikasi adanya kesalahan dalam pemberian izin tersebut.
“Karena itu saya tegaskan, izin itu harus dikaji ulang. Karena izin yang dikeluarkan belum tentu sesuai dengan undang-undang yang ada,” papar Elfian.
Sebelumnya mantan Bupati Palelawan, Provinsi Riau, Teungku Azmun Jafar, dinyatakan sebagai tersangka dengan tuduhan menerima hadiah uang dari sejumlah pengusaha atas pengabulan izin pemanfaatan kayu yang dia terbitkan.
Izin ini diberikan terhadap 15 perusahaan kayu pembuatan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman. KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,3 triliun.
Pingit Aria