TEMPO Interaktif, Tangerang - Sebanyak 2.274 dari 230.8552 bayi berusia di bawah lima tahun di Kabupaten Tangerang berstatus gizi buruk. Jumlah penderita gizi buruk berasal dari keluarga tidak mampu yang tersebar di pelosok dan pedesaan wilayah tersebut.
Berdasarkan data penimbangan balita Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang awal 2010, tercatat 2.274 balita berstatus gizi buruk dengan berat badan di bawah garis merah standar berat badan ideal yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Sementara balita yang berada di garis merah atau terancam bergizi buruk sebanyak 16.044 bayi.
Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dokter Reniati, masalah gizi buruk terjadi karena pola hidup dan pola pikir masyarakat yang tidak mau melakukan perubahan yang lebih baik.
Masyarakat yang tidak mampu, kata dia, cenderung tidak memperhatikan pola hidup sehat dan tidak mau mengerti permasalahan ekonomi yang tengah melilit. Ia mencontohkan, dalam suatu keluarga seorang ayah berpenghasilan Rp 40 ribu sehari sebagai pekerja serabutan. Dari hasil pendapatan itu, Rp 20 ribu untuk membeli rokok, dan Rp 20 ribu untuk kebutuhan istri dan anak-anaknya.
Dari kebiasaan merokok saja, kata Reniati, sudah jelas berdampak buruk pada kesehatan sang ayah dan keluarganya, serta perekonomian keluarga. Sementara dengan Rp 20 ribu takkan cukup untuk memenuhi asupan gizi keluarga, apalagi bayi.
Menurut Reniati, bayi bergizi buruk secara fisik bisa disembuhkan dan dapat tumbuh kembali dengan normal. Akan tetapi dari segi otaknya sudah tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. "Ibarat komputer kalau sudah pentium dua, yah pentium dua aja gak bisa bertambah," katanya.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Dwi Harti Nugraheni menambahkan, penderita gizi buruk paling banyak ditemukan di wilayah pantai utara Tangerang seperti Gunung Kaler, Kronjo, Kresek, Pakuaji, Mauk, Rageg, Sukadiri, Pasar Kemis, Cisoka, Teluk Naga, Sepatan, Cikupa, dan Kosambi.
Menurutnya, pihaknya telah mengoperasikan 26 pos gizi di titik yang terdapat banyak penderita gizi buruk. Bayi bergizi buruk diintervensi dan diberi asupan makanan tambahan untuk mengembalikan gizi dan kondisi tubuhnya. Di pos gizi tersebut, ibu-ibu yang memiliki balita khususnya yang bergizi buruk diberikan pelatihan pemberian makanan sehat dan bergizi. "Makanan sehat dan bergizi tidak harus mahal," kata Nugraheni.
JONIANSYAH