Ia menolak disebut akan merasionalisasi atau memecat karyawan. Menurut dia, dalam sebuah perusahaan akan selalu ada seleksi alamiah. "Kalau satu pesawat bisa ditangani lima orang kenapa harus ada 10 orang," ujarnya mencontohkan. Selain karyawan, Garuda juga akan mengefisiensi penggunaan avtur dan teknologi informasi.
Efisiensi itu diperkirakan bisa menekan biaya secara signifikan. Namun ia memastikan efisiensi tidak akan mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan penumpang. Kendati demikian Ari yakin keputusan pemerintah soal tarif batas atas belum final. Pemerintah masih akan menghitung ulang kenaikan tarif batas atas itu.
Serupa dengan Garuda, maskapai berlayanan maksimum Sriwijaya Air juga tidak akan menekan biaya yang berkaitan dengan pelayanan. Juru bicara Sriwijaya Ruth Hanna Simatupang mengatakan perusahaan akan menekan biaya di bidang administrasi.
"Kalau pun dipaksakan berarti ada pos di administrasi yang dikurangi," katanya. Dalam hitungan Sriwijaya, tarif batas atas untuk maskapai berlayanan penuh seharusnya naik 25 persen dari harga tiket saat ini. Sebab, maskapai harus meningkatkan pelayanan dan menambah personel pesawat.
Pemerintah segera mengesahkan revisi Keputusan Menteri Nomor 9 Tahun 2002 tentang Tarif Pesawat Kelas Ekonomi. Dalam draf final revisi itu pemerintah memutuskan tarif batas atas sudah memasukkan komponen biaya tambahan pengganti bahan bakar (fuel surcharge). Harga tiket dengan formula baru itu rata-rata hanya berbeda 10 persen dari harga saat ini.
Tarif batas atas pun dibedakan tergantung tingkat pelayanan. Maskapai berlayanan maksimal boleh menerapkan 100 persen dari tarif batas atas. Sedangkan maskapai berlayanan menengah hanya boleh 90 persen dan pelayanan minimum (no frills) 85 persen.
Maskapai berlayanan maksimum keberatan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (INACA) Tengku Burhanuddin sebelumnya mengatakan maskapai berlayanan maksimum menilai kenaikan itu terlalu kecil.
DESY PAKPAHAN