TEMPO Interaktif, Jakarta - Komite Darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebuah panel beranggotakan 15 pakar influenza, telah menetapkan bahwa terlalu dini untuk mengatakan pandemi virus H1N1 melewati puncaknya.
Panel berdiskusi selama dua jam pada hari Selasa dan memberitahu Direktur Jenderal WHO Margaret Chan bahwa sementara virus tidak beredar secara luas di berbagai belahan dunia, ada transmisi baru di Afrika Barat, dan masih belum jelas bagaimana virus akan menyebar ketika belahan bumi selatan memasuki musim dingin.
"Berdasarkan bukti-bukti yang dipresentasikan dalam diskusi itu, dan berdasarkan pada diskusi berikutnya, dan pandangan komite darurat, Direktur Jenderal memutuskan bahwa tidak tepat untuk membuat perubahan apapun dalam fase pandemi saat sekarang ini," ujar Keiji Fukuda, ahli influenza WHO, kepada wartawan dalam sebuah keterangan Rabu.
Jika WHO menyatakan pandemi itu telah melewati puncaknya, itu akan memberi tanda kepada negara-negara bahwa mereka dapat mempersiapkan diri untuk transisi keluar dari modus pandemi. Tetapi mereka masih harus tetap waspada.
Komite akan meninjau status pandemi kembali dalam beberapa minggu ke depan untuk memutuskan apakah dunia telah berpindah ke fase pasca-puncak. Tetapi Dr Fukuda mencatat bahwa virus ini tidak separah yang diperkirakan sebelumnya.
"Kami tidak benar-benar tahu apa dampak terakhir dan kita tidak akan tahu apa itu sampai satu atau dua tahun setelah wabah berakhir, tetapi tampaknya tidak separah pandemik yang kita lihat pada abad ke-20," katanya.
Para pejabat kesehatan Kanada telah menyatakan gelombang kedua dari pandemi itu atas negara ini. Hilangnya H1N1 di Kanada dapat dijelaskan: Karena sekitar 45 persen dari warga Kanada telah divaksinasi, dan 30 persen lainnya didiagnosis dengan itu dan kebal, ada sedikit orang untuk ditulari, membuat penyebarannya jauh lebih sulit.
Tetapi virus masih menyebar di beberapa bagian Eropa Timur dan Asia Tengah. WHO mengatakan ada aktivitas di negara-negara Afrika seperti Senegal dan Mauritania.
Kanada menyumbangkan lima juta dosis kepada WHO untuk membantu badan internasional yang berbasis di Jenewa itu mendistribusikan vaksin untuk negara-negara berkembang yang tidak mampu menyediakannya.
GLOBE AND MAIL UPDATE | EZ