Ketua majelis hakim Ali Makki meminta Ecoton dan Kuasa Hukumnya, Muhammad Faiq dan Syaiful Arif dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya melakukan mediasi dengan pihak tergugat yang diwakili oleh staf Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dalam mediasi yang dipimpin hakim Feri Fardiawan itu kedua belah pihak belum menemui kata sepakat. Penggugat dan tergugat pun keluar ruangan tanpa menghasilkan keputusan yang berarti.
Faiq menilai, kuasa hukum gubernur yang terdiri dari empat orang itu tidak serius merespon gugatan Ecoton sehingga mediasi menjadi mentah. "Mereka belum melengkapi dirinya dengan surat tugas dan surat kuasa dari gubenur," kata Faiq.
Sulistyaningsih, salah seorang kuasa hukum gubernur tak menanggapi saat dikonfirmasi soal tidak adanya surat kuasa dan surat tugas itu. Ia dan teman-temannya malah bergegas pergi meninggalkan wartawan.
Direktur Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, gugatan wan prestasi ini berawal dari gugatan yang dilayangkan pada gubernur sebelumnya, Imam Utomo pada 2008 lalu. Ecoton menggugat Imam karena selaku gubernur dia tidak membuat penggolongan kelas air Kali Surabaya.
Tanpa melakukan penggolongan kelas air Kali Surabaya, kata Prigi, berarti gubernur tidak mengimplementasikan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Dalam sidang yang digelar antara Oktober 2008 hingga April 2009 lalu, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
Menurut Prigi, dalam akta perdamaian antara kedua belah pihak itu disepakati bahwa gubernur akan segera membuat penetapan kualitas air Kali Surabaya selambat-lambatnya 12 bulan setelah perjanjian itu diteken. "Sekarang sudah 20 bulan sejak kesepakatan itu diteken, tapi gubernur tak kunjung mengimplementasikan janjinya," kata Prigi. KUKUH S WIBOWO.