Ketentuan tentang badan usaha milik negara menyebutkan, direksi yang diberhentikan diberikan kesempatan membela diri dalam rapat umum pemegang saham. Rapat tersebut harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah pemberhentian.
Bambang sudah menyiapkan bahan penjelasan tersebut. Kapan pun rapat dilaksanakan, dia sudah siap. Namun ia menolak disebut membela diri dan siap jika rapat memutuskan pemberhentian jabatannya. Ia hanya ingin mengikuti mekanisme yang ditetapkan dan tidak ingin ngotot mempertahankan jabatan. "Saya tidak kecewa atau tidak puas dengan pemberhentian ini. Saya hanya ingin meluruskan persoalan," ujarnya.
Bambang menceritakan, pada Senin lalu Dewan komisaris memanggil jajaran direksi untuk rapat koordinasi. Dalam rapat itu mereka ditawarkan dua pilihan, yakni mengundurkan diri atau diberhentikan sementara.
Menurut Bambang, komisaris beralasan kinerja dan pelayanan publik perusahaan terpuruk pada tahun lalu. Jajaran direksi dituding tidak kompeten karena Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun lalu tidak tercapai.
Namun Bambang membantah penilaian itu. Ia mengklaim sejak menjabat pada 2008 ia sudah memenuhi target perusahaan. Pada 2008, perusahaan pelat merah itu mencatat pendapatan Rp 796 miliar, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Rp 654 miliar.
Ia mengakui, tahun lalu perusahaan hanya memperoleh pendapatan Rp 884 miliar dari target Rp 1 triliun. Namun, menurut dia, hal itu disebabkan oleh persoalan internal seperti gagalnya pembelian tujuh kapal.
Menurut versi Bambang, kegagalan tersebut merupakan buntut dari tata cara pembelian kapal yang disusunnya pada Mei lalu. Peraturan itu dibuat untuk menghindari pidana seperti yang pernah dialami perusahaan saat hendak membangun kapal di Cina beberapa tahun lalu.
Peraturan itu menyusun prosedur pembelian kapal yakni feasibility study, menunjuk makelar kapal, hingga mengecek kondisi fisik, dan status kepemilikan kapal.
Namun sejak peraturan itu dibuat hingga akhir tahun lalu, kata Bambang, studinya tak kunjung beres. Kegagalan itu menghilangkan potensi pendapatan sebesar Rp 110 miliar. "Mungkin ada yang kurang nyaman dengan peraturan itu," ujarnya.
Potensi pendapatan lainnya yang hilang adalah berkurangnya subsidi perintis senilai Rp 35 miliar dan berlarutnya waktu docking Rp 15 miliar. Sehingga jika ditotal seharusnya pendapatan bisa mencapai Rp 1,04 triliun.
Di sisi pelayanan publik, Bambang mengklaim sudah melakukan pembenahan di sejumlah pelabuhan. Terobosannya antara lain membuat jadwal kapal secara daring (online), manajemen operasional pelayaran berbasis teknologi informasi, tiket elektronik, dan sterilisasi pelabuhan.
DESY PAKPAHAN