Koalisi Fortifikasi mengawali usaha mendesak pemerintah dengan menulis surat mengenai pentingnya masalah ini ke PT Bulog dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sejak 2005. Selain itu, Koalisi Fortifikasi juga melakukan sosialisasi melalui media, seminar, advokasi, serta memberikan bantuan data.
Hingga kini rencana fortifikasi ini belum terwujud karena belum ditemukan teknologi fortifikasi ke beras dengan biaya terjangkau. Koalisi Fortifikasi sudah bekerja sama dengan ahli dari Cina, India, dan Filipina. Namun belum juga ditemukan teknologi yang tepat untuk Indonesia. “Harus cost effective karena fortifikasi tidak bisa membebani rakyat,” ujarnya.
Fortifikasi zat besi ke beras miskin dinilai Soekirman penting agar masyarakat tidak kekurangan gizi. Kekurangan zat gizi menjadi masalah karena 60 persen penyebab kematian bayi dan balita dunia lantaran kekurangan gizi.
Salah satu solusinya dengan fortifikasi atau penambahan zat gizi tertentu pada makanan. Di Indonesia, telah dilakukan fortifikasi yodium ke garam pada 1994 dan zat besi ke tepung terigu pada 2001. Fortifikasi vitamin A ke minyak goreng sedang menuju Standar Nasional Indonesia wajib pada 2011.
Sementara itu, pemerintah belum bergerak untuk mencapai fortifikasi ke beras miskin ini. “Memang belum, karena KFI juga belum menemukan teknologinya,” kata Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi di tempat yang sama.
PUTI NOVIYANDA