Gula impor baru mulai didistribusikan di Jawa Barat sejak minggu ke dua pada Februari lalu sebanyak 4.200 ton. Itu pun, lanjutnya, berasal dari gula impor dari Perum Bulog dari gudang gulanya di Cibitung.
Jawa Barat sendiri mendapatkan jatah gula impor seluruhnya 85 ribu ton. Perum Bulog mendistribusikan 21 ributon, PT RNI 28.500 ton, PTPN IX 15.500 ton, serta PT PPI 20 ribu ton gula impor.
Ferry mengatakan, hingga saat ini, baru Perum Bulog yang sudah mulai mendistribusikan gula impor itu. Sementara perusahaan importir lainnya belum memberikan kepastian kapan gulanya tiba.
Kendati baru sekitar 11,7 persen dari seluruh jatah gula impor yang masuk ke Jawa Barat pada awal Maret ini harga gula di pasaran sudah cenderung turun. Ferry mencurigai, penurunan ini dipicu oleh dikeluarkannya gula yang “sengaja disimpan” karena khawatir anjloknya harga gula akibat masuknya gula impor itu.
Menurut Ferry, survey di 4 pasar tradisional di Kota Bandung pada awal Januari lalu harga gula sempat menembus Rp 11 ribu per kilogram. Pada survey terakhir harga sudah turun ke angka Rp Rp 10.300 per kilogram.
Kendati demikian, Ferry berharap, importir gula bisa secepatnya memasukkan gula impor yang tersisa di Jawa Barat. Distribusi gula impor itu diharapkan akan menekan fluktuasi harga gula. Fluktuasi harga gula itu, lanjutnya, bisa berimbas pada naiknya harga hasil produksi industri makanan dan minuman yang bergantung pada gula.
Menteri Perdagangan menetapkan batas waktu distribusi gula impor yang seluruhnya 500 ribu ton hingga 15 April nanti agar tidak merusak harga gula produksi petani tebu. Musim giling tebu untuk produksi gula sendiri diperkirakan sudah mulai akhir April hingga awal Mei nanti.
Jawa Barat sendiri membutuhkan pasokan sebulannya lebih dari 30 ribu ton gula pasir. Produksi gula dari 5 pabrik penggilingan tebu di Jawa Barat setiap musimnya, setara setahun, hanya mampu memproduksi 130 ribu ton.
AHMAD FIKRI