TEMPO Interaktif, Malang — Tanah seluas 344,020 hektare di Dusun Sumbul, Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menjadi obyek landreform segera dibagikan atau redistribusi kepada sekitar 1.200 keluarga. Tanah ini sudah menjadi rebutan lebih dari 40 tahun.
“Keluarga-keluarga itu sudah terdaftar sebagai pemohon. Dengan begitu, para spekulan tanah sulit ‘bermain’ dalam proses redistribusi ini,” kata Wakil Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang, Susijanto, Senin (15/3).
Menurutnya, rencana pembagian lahan dimulai dengan membentuk tim pendataan subyek dan obyek landreform di kantor kecamatan sejak pekan lalu. Pendataan dilakukan sebelum permohonan redistribusi diajukan kepada Panitia Pertimbangan Landreform (PPL) Kabupaten, yang berunsurkan antara lain bupati, pejabat pamongpraja, Dinas Pertanian, Dinas Pertanahan, Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pertanahan Nasional, dan masyarakat.
Sebelumnya, Komisi A dan Camat Singosari Cholik telah bertemu dengan pihak-pihak terkait, seperti kepala Desa Gunungrejo Sujiono, Badan Permusyawaratan Desa, BPN, dan Dinas Pertanahan Pemerintah Kabupaten Malang.
Dalam pertemuan terungkap optimisme rencana redistribusi lahan bekas Perkebunan Soemboel —berada di dua desa: Gunungrejo dan Klampok— dapat berjalan lancar lantaran sejak semula tanah itu telah ditetapkan berstatus obyek landreform atau berstatus tanah redistribusi sejak dilepaskan oleh penguasa sebelumnya NV Onderneming Soemboel yang dimiliki warga berkebangsaan Belanda.
Dalam catatan yang dimiliki Komisi A diketahui obyek redistribusi itu mencakup lahan seluas 447,582 hektare dengan dua nomor tanah: verponding 661 seluas 354,050 hektare dan verponding 2226 seluas 93,5319 hektare.
Keduanya berada di Klampok dan Gunungrejo. Tercatat pula, sejak ditetapkan oleh pemerintah sebagai obyek landreform pada 16 Mei 1964 melalui SK 50/Ka/1964, tanah ini telah dibagi-bagikan ke rakyat sebanyak empat kali.
Pertama, pada 31 Desember 1964. Sebanyak tujuh orang warga menerima tanah seluas 6 hektare melalui surat No I/Agr/42/XI/115/HM/III atas nama pemohon Dasir dan kawan-kawan. Kedua, pada 30 Mei 1967. Melalui SK No I/Agr/50/XI/HM/01.TN/1967 pemerintah memberikan lahan seluas 91 hektare kepada pemohon bernama Saeni dan 201 warga lainnya.
Ketiga, pada 16 Oktober 2001. Supardi dan kawan-kawan menerima lahan seluas 6,3 hektare dengan SK No 420.350.0-19. Sebelum upaya redistribusi yang sedang diupayakan oleh warga bersama Komisi A saat ini, tanah itu juga telah mengalami permintaan pelepasan hak untuk sekolah SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) seluas 68,3896 hektare, yang kemudian terbit sebagai hak pakai oleh Departemen Pertanian.
Camat Singosari Cholik menambahkan, dalam pertemuan itu terungkap pula sejumlah fakta penting, perihal munculnya tanah-tanah absentee atau tanah yang dikuasai oleh orang-orang yang tak hadir di kawasan ini, yakni penguasaan tanah oleh Sundoro dan kawan-kawan seluas 27 hektare. Tanah ini kemudian diberikan diberikan kepada Bupati Malang yang tak dirinci namanya dan lalu didistribsuikan lagi kepada Taseri dan kawan-kawan.
Juga muncul empat permohonan lagi terhadap sisa Perkebunan Soemboel, yakni PT Sumber Sapi Jaya, yang menyerahkannya pada PT Wonokoyo Jaya Corporation seluas 34,480 hektare. Hak guna bangunan atas nama perusahaan ini sudah terbit.
Subianto, Kepala Seksi Pertanahan Bagian Pertanahan Pemerintah Kabupaten Malang, menjelaskan, problem tanah bekas Perkebunan Soemboel sudah beberapa kali ditangani pemerintah daerah setempat. Namun hingga sekarang belum beres.
“Karena belum ada kesepahaman akan mulai bergerak kapan dan dari titik mana mau dimulai. Makanya pertemuan-pertemuan kemarin memberi harapan baru bagi penyelesaiannya,” kata Subianto.
Kepala Desa Klampok Sujiono menambahkan, obyek landreform di Dusun Sumbul sudah dikuasai masyarakat, perusahaan, dan perorangan bukan warga. Tanah yang dikuasai perusahaan dan perorangan non-warga seluas 129,8696 hektare dari total luas 344,020 hektare. “Sisanya itu yang diminta segera dibagi-bagikan,” kata Sujiono.
Di lahan tersebut ada 1.200 keluarga yang meminta pembagian tanah. Asumsinya, tiap keluarga mendapat dua hektare. Di lahan itu sudah ada 200 bangunan rumah milik warga, sisanya masih berupa tegalan.
Sujiono menyebutkan sudah tiga kali ia dan sejumlah warga mengajukan permohonan redistribusi tanah kepada BPN Kabupaten Malang. Namun BPN menolaknya karena lahan yang diminta tumpang tindih dengan lahan yang dikuasai pihak lain.
Abdi Purmono