"Dul Matin itu selalu membawa Bareta, tak mungkin buronan nomor wahid cuma pegang pistol rakitan. Mungkin itu pistol milik polisi," kata Asep yang sekarang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur kepada Tempo, Kamis (18/3). Asep mengaku selalu mengikuti perkembangan kasus pengejaran kelompok teroris melalui siaran televisi di Blok F, tempat dia dikurung.
Menurut Asep, hubungannya dengan Dul Matin cukup dekat. Dia pernah satu rumah dengan lelaki yang punya nama Joko Pitono itu selama satu bulan di Poso pada 2003. Bahkan, kata Asep, dialah yang menjemputnya di Pelabuhan Poso ketika Dul Matin datang dari Jawa paska ledakan bom Bali I. "Dul Matin itu ahli elektronik dan merakit bom, tapi orangnya serius dan tak suka humor," kata Asep.
Dul Matin pulalah, kata Asep, yang aktif menggalang massa untuk berunjuk rasa memprotes penangkapan aktivis Islam oleh polisi pada 2003. Padahal, ujar Asep, saat itu Dul Matin telah ditetapkan sebagai salah satu buronan kasus bom Bali I. Fotonya pun terpampang di mana-mana. "Tapi dia masih berani memipin demonstrasi ke Polda dan nongkrong di warung kopi," ungkap Asep.
Asep menambahkan, pertemuannya pertama kali dengan Dul Matin terjadi di Ambon pada 1999. Asep, yang asal Ciamis, Jawa Barat itu masuk ke Ambon pada tahun itu juga bersama-sama dengan aktivis Kompak. Dua tahun kemudian ia berjumpa lagi dengan Dul Matin di Solo. Ketika itu, ujar Asep, Dul Matin dan kelompoknya tengah merancang aksi teror ke Bali. "Dul Matin sempat menunjuk saya sebagai pembawa bom ke Bali, tapi batal," kata Asep.
Dul Matin akhirnya memberi tugas Asep untuk mensurvei lokasi serangan. Tugas itu dijalankan Asep bersama Hildan alias Ahmad pada awal 2001. Asep menduga, Dul Matin akhirnya menunda serangan bom ke Bali. "Saya dengar awalnya akan dilakukan pada 2001, tapi entah kenapa mundur jadi 2002," imbuh Asep.
Hubungannya dengan Dul Matin sempat putus setelah Asep kembali ke Poso awal 2003. Pada periode itulah dia sempat bertemu dengan Zulkarnain, gembong teroris yang juga diburu polisi. Zulkarnain datang meninjau lokasi latihan Asep dan kawan-kawan di Poso. Menurut Asep, usia Zulkarnain ketika itu sekitar 50 an tahun. Penampilannya santai dan tenang. "Kalau memberi doktrin, rasanya langsung menancap di hati," kata Asep.
Setelah itu Asep sempat pergi ke Mindanau, Filipina Selatan, selama enam bulan untuk kursus bahasa dan strategi militer. Asep juga diberi tugas mempelajari jalur tikus untuk menyelundupkan senjata dari Mindanau ke Poso. Di tempat inilah Asep berjumpa dengan Faturahman Al Gozi, teroris asal Madiun yang kemudian ditembak mati aparat setempat. "Dia instruktur pelatihan militer di Mindanau, dan cukup disegani," kata Asep.
Asep kemudian ditangkap polisi di persembunyiannya pada 2005 karena terlibat kasus penyerangan markas Brimob di Pulau Seram. Pengadilan Negeri Ambon memvonis Asep dengan hukuman mati. Namun hukuman Asep diturunkan menjadi seumur hidup setelah dirinya mengajukan banding. KUKUH S WIBOWO.