TEMPO Interaktif, Medan -Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara menerima pengaduan tentang adanya anak 12 tahun yang dinikahkan orang tuanya dengan pengusaha berumur 60 tahun.
Si pengusaha gaek ini diketahui memiliki usaha di bidang pengisian bahan bakar umum (SPBU), dengan inisial MIB. Disebutkan pula, pernikahan tersebut terjadi lantaran tekanan dari ayah si Mawar, yakni Wagimin.
Kasus pernikahan dini yang dialami Mawar ini telah dilaporkan ke Kepolisian Kota Besar Medan oleh saudara Mawar. Namun, Komisi Perlindungan Anak Sumatera Utara menyesalkan tindak lanjut pengusutan yang tak berujung, setelah empat bulan ditangani.
Bersama kakaknya, Rismawati, Mawar pada Selasa (23/3) sore, mendatangi Kantor KPAID Sumatera Utara di Jalan Perintis Kemerdekaan. “Keterangan semuanya sudah saya sampaikan ke KPAID,” kata Rismawati saat dihubungi Tempo.
Ketua KPAID Sumatera Utara, Zahrin Piliang, mengatakan hubungan antara Wagimin dengan pengusaha SPBU itu bermula dari urusan tanah pada 2009. “Bairi membangun lima unit rumah sewa di tanah milik Wagimin,” kata Zahrin.
Sejak itu, katanya, pengusaha yang telah memiliki lima istri dan bercucu tersebut bertamu ke rumah Wagimin di Jalan Mangaan I Gang Bahagia, Lingkungan 19, Kecamatan Medan Deli. “Bairi sering memberi uang jajan kepada korban dan kakaknya,” ujar Zahrin.
Pada Oktober 2009, Wagimin mengajak putri bungsunya itu ke rumah MIB, dengan niat menjodohkan korban. “Korban tidak mau, tapi diancam. Dan, pada 7 November 2009, Mawar dinikahkan di rumah Bairi,” uajr Zahrin.
Dari pernikahan siri itu, Wagimin yang sehari-hari mencari nafkah dari usaha hiburan keyboard mendapatkan imbalan Rp 3 juta.
Sehari setelah dinikahkan, murid kelas 6 sekolah dasar itu melarikan diri dan pulang ke rumah orang tuanya. ”Ayahnya marah dan mengancam korban,” ujar Zahrin.
Bujukan juga dilakukan Bairi kepada korban dengan mengiming-imingi uang Rp 2 juta. Si Mawar pun kembali dibawa.
Merasa tidak mendapatkan perlindungan ayahnya, Mawar mengadu kepada kakaknya, Rismawati. ”Kasusnya sudah dilaporkan ke Poltabes Medan, tapi seakan-akan diendapkan,” kata Zahrin.
Sikap penyidik itu disesalkan KPAID. ”Kami sudah surati Kapoltabes Medan, kami tunggu 2 atau 3 hari ini apa perkembangannya,” katanya.
Tindakan MIB dan Wagimin, kata Zahrin, telah melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ”Bairi bisa dikenakan Pasal 82 dan ayahnya, Wagimin, dikenakan Pasal 80,” Zahrin menegaskan.
Sembari menunggu penjelasan perkembangan kasus pernikahan anak di bawah umur, KPAID berupaya akan Mawar dapat mengikuti Ujian Nasional pada Mei mendatang. ”Kami akan koordinasi dengan pihak sekolah, karena sejak menikah, korban merasa malu untuk ke sekolah,” kata Zahrin.
Soetana Monang Hasibuan