TEMPO Interaktif, Jambi - Orang asing dinilai lebih peduli terhadap upaya pelestarian satwa langka yang masih tersisa di kawasan Bukit Tigapuluh, ketimbang bangsa Indonesia sendiri.
“Kita sangat bangga atas apresiasi yang diberikan pemerintah Australia terhadap Pert Zoo, salah satu sponsor yang peduli terhadap pelestarian “satwa kunci” Sumatera di ekosistem Bukit Tigapuluh”, kata Krismanko Padang, Counterpart Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, Sabtu (27/3).
Hal ini menurut Krismanko menjadi bukti bahwa bangsa luar juga peduli akan pentingnya upaya menjaga kelestarian alam di Bukit Tigapuluh. Kenyataan itu menjadi sebuah ironi, karena perhatian bangsa luar justru lebih baik dibandingkan pemerintah Indonesia sendiri. Ini terlihat, kata Krismanko dari masih adanya upaya pemerintah untuk mengubah kawasan penyangga yang masuk dalam ekosistem menjadi kawasan hutan tanaman industri.
Terbukti Departemen Kehutanan telah mengeluarkan surat izin prinsip seluas 61.496 hektare kepada PT Lestari Asri Jaya, di hutan produksi eks HPH PT IFA dan 52.000 hektare kepada PT Rimbani Hutani Mas, di hutan produksi eks HPH PT Dalek Hutani Esa.
Padahal, dalam kawasan ini merupakan habitat “satwa kunci” Sumatera seperti orangutan, harimau, gajah, dan tapir. Suku terasing Talang Mamak, Anak Dalam, dan Melayu Tua juga tinggal di wilayah ini.
Luas ekosistem Bukit Tigapuluh mencapai 400.000 hektare, di dalamnya terdapat Taman Nasional Bukit Tigapuluh seluas 144.223 hektare. Ekosistem ini berada di dua provinsi yakni Jambi, tepatnya di wilayah Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjungjabung Barat, serta Provinsi Riau di Kabupaten Indragirihilir.
Selain itu, Perth Zoo meraih penghargaan nasional Konservasi In-Situ 2010 untuk upaya perlindungan sejumlah satwa yang sangat terancam punah di dunia, khususnya Orangutan Sumatera, dan habitatnya di ekosistem Bukit Tigapuluh, Jambi.
Chief Executive Perth Zoo, Susan Hunt mengatakan, pihaknya menerima penghargaan untuk program Perlindungan Satwa Liar dan Ekosistem Bukit Tigapuluh. Program tersebut dilaksanakan Frankfurt Zoological Society (FZS), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang konservasi satwa liar.
"Program ini sedang berlangsung, tujuannya melindungi salah satu blok hutan hujan dataran rendah di Sumatera yang memiliki representasi lengkap fauna Sumatera. Seperti Orangutan Sumatera, masuk dalam kelompok kera besar, kini terancam punah di tingkat dunia. Kondisi sama juga dialami Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera habitatnya semakin menyempit,” ujar Susan.
Susan menyatakan, ekosistem Bukit Tigapuluh, merupakan daerah terakhir yang tersisa, bersebelahan dengan dataran rendah kering di Sumatera. Jadi sangat penting untuk melakukan segala upaya guna memastikan perlindungan terhadap kawasan ini.
"Kami bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dan lembaga non-pemerintah termasuk FZS, dan Australian Orangutan Project. Sayangnya ada banyak ancaman terhadap habitat yang unik ini seperti penebangan liar, kebakaran hutan, dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit," katanya.
SYAIPUL BAKHORI