“Pasar Kangen Jogja akan digelar selama seminggu, 22-30 Juni 2010, bertepatan dengan libur sekolah. Dengan demikian, Pasar Kangen Jogja ini selain bisa dinikmati oleh warga Yogya sendiri juga masyarakat yang pernah tinggal di Yogya,” kata Dian Anggraeni, Kepala Taman Budaya Yogyakarta, kepada para wartawan, Kamis siang tadi.
Tahun lalu, Pasar Kangen Jogja digelar pada Juni 2009, dengan menghadirkan kuliner tradisi melalui warung-warung darurat yang dibangun di kompleks Taman Budaya Yogyakarta. Masyarakat bisa menjajakan makanan tradisional di warung-warung darurat itu tanpa harus menyewa. Pada saat yang sama juga digelar pameran seni Soponyono, hasil karya sejumlah manusia kreatif yang tak pernah mendapat ruang, baik ruang publikasi maupun ruang pamer.
Untuk Pasar Kangen Jogja 2010, masih tetap menghadirkan pasar jajanan tradisional pada warung-warung darurat yang dibangun oleh Taman Budaya Yogyakarta. Selain itu, setiap hari masyarakat Yogya juga bisa menikmati pertujukan kesenian tradisi yang sudah jarang dipentaskan. “Setiap hari ada enam pertunjukan kesenian tradisi, mulai sore hingga malam hari,” ujar Dian Anggraeni.
Seksi Pertunjukan Kesenian Tradisi Indra Tranggono menyatakan, ada lebih dari 11 kesenian tradisional yang akan dipentaskan. “Kesenian ini jarang mendapat kesempatan publikasi di media serta tidak pernah menikmati akses modal,” katanya.
Sejumlah keenian tradisional yang akan ditampilkan pada Pasar Kangen Jogja 2010, antara lain, Ledhek Munyuk, Ledhek Gogik, Dhalang Jemblung, Dolanan Anak-anak, Rinding (seni musik yang memanfaatkan resonansi rongga mulut), Nini Thowong, Topeng Ireng, Sandiwara Radio RRI Yogyakarta, Kethoprak Ongkek, Wayang Orang Anak-anak dari Desa Tutup Ngisor Merapi, dan pembacaan serat Bental Jemur.
“Selain kesenian tradisi itu, juga akan dihadirkan aneka jamu jawa, alat-alat pertanian dan rumah tangga tempo dulu serta praktek pawang,” Indra menjelaskan.
Khusus untuk Pasar Kangen Jogja 2010, panitia juga menunjuk enam buah kampung untuk merancang sebuah pentas kesenian komunal yang digagas, digarap, dan dipentaskan sendiri oleh masyarakat setempat. Keenam kampung tersebut adalah Taman, Pathuk, Gamping, Dipowinatan, Rotowijayan, dan Sosrowijayan.
“Bentuk keseniannya nanti seperti apa, tergantung potensi dan keterlibatan masyarakat kampung itu sendiri. Taman Budaya Yogyakarta hanya akan memfasilitasi sedikit dana dan supervisi. Itu sebabnya program ini kami sebut sebagai Antar Kampung, Antar Teman,” jelas Ong Harry Wahyu, seksi acara Antar Kampung, Antar Teman.
Heru CN