TEMPO Interaktif, BANDUNG - Pemerintah Jawa Barat bersiap melaporkan penggugat kawasan lahan pendidikan Jatinangor, Sumedang pada polisi. “Kami sudah mendapat perintah dari gubernur,” kata Kepala Bagian Hukum Pemerintah Jawa Barat Ruddy Gandakusumah di Bandung, Selasa (6/4).
Perintah melaporkan itu dituangkan dalam surat kuasa yang diteken Gubernur Ahmad Heryawan pada 30 Maret lalu. Dalam surat itu gubernur memberikan kuasa khusus pada Rudy untuk melaporkan penggugat kepemilikan lahan di kawasan Jatinangor itu pada polisi atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen. “Secepatnya akan kita laporkan,” kata Rudy.
Ada 18 orang penggugat yang menamakan diri Odah Saodah cs, warga kecamatan Paseh Kabupaten Bandung. Mereka menyoal kepemilikan lahan seluas hampir 600 hektar di Pengadilan Negeri Sumedang. Kasusnya sendiri masih dalam proses persidangan sejak Juli 2009 dan kini memasuki agenda pemeriksaan saksi.
Selain pemerintah Jawa Barat, Odah Cs juga mengugat 11 tergugat lainnya yang menempati lahan itu. Di antaranya, Universitas Padjadjaran, Universitas Winaya Mukti, Ikopin, IPDN, pengelola Bumi Perkemahan Kiara Payung, serta pengelola Bandung Giri Gahana Golf. Gugatan juga ditujukan pada Menteri Dalam Negeri, Kepala BPN, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Koperasi.
Odah mengklaim sebagai ahli waris Noerkisan Sastranegara alias Abdoerahman sebagai pemilik sah lahan itu. Noerkisan yang meninggal tahun 1900, diklaim memiliki lahan itu dengan membelinya pada 4 Maret 1840 dari Baron Bawud dengan harga F1.800. Dia mengklaim memiliki bukti Persil Nomor 41, 42, 43, dan 44 dengan luas seluruhnya 600 hektare.
Menurut Rudy, ada sejumlah keganjilan yang ditemukan dalam dokumen Odah Saodah Cs. Diantaranya ikrar jual beli tertanggal 4 Maret 1840 yang dituangkan dalam secarik kertas segel bercap kerajaan Belanda dan ditulis dalam aksara sunda.
Dokumen itu telah diterjemahkan oleh ahli sastra Sunda. Para ahli sastra menemukan sejumlah keganjilan misalnya penyebutan batas jalan sebelah selatan yang disebut “jalan gede Jatinangor” padahal sejak dulu jalan itu bernama Jalan Raya Pos.
Keganjilan lainnya adalah penulisan “Rupia” sebagai mata uang yang digunakan dalam jual beli itu. Menurut Rudy, dari keterangan Bank Indonesia diketahui penyebutan Rupiah sebagai mata uang baru diperkenalkan pada 1944. Dalam surat tanda jual beli itu disebutkan pada 4 Maret 1840 itu hari Senin. Setelah diperiksa diketahui tanggal itu jatuhnya Rabu. Rudy menunjukkan cetakan salinan halaman Google Kalender.
AHMAD FIKRI