TEMPO Interaktif, Samarinda - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur hari Jumat (16/4) menjebloskan tujuh pejabat teras di jajaran Pemerintah Kota Samarinda dan seorang pemilik lahan atas dugaan penggelembungan pengadaan tanah.
Penahanan dilakukan setelah jaksa penyidik memeriksa kedelapan tersangka di ruang penyidikan Kejati yang didampingi penasihat hukumnya.
Ketujuh pejabat teras tersebut adalah Hamka Halek, mantan Asisten I Sekkot Samarinda (Ketua tim 9); Supriyadi Semta (Sekretaris tim 9), Kepala Dinas Perhubungan Kota Samarinda, Syaifullah (anggota tim9), Kepala Dinas Pertanian Samarinda; Yoseph Barus (anggota tim9), Kepala Dinas Cipta Karya Samarinda; I Made Mandya, pegawai Badan Pertanahan Nasional (Wakil Ketua tim 9); Abdullah, Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Awal Achmadi, bekas Lurah Pulau Atas yang kini menjabat sebagai Lurah Sei Kapih.
Mereka merupakan tim 9 bentukan Pemkot Samarinda untuk pembebasan lahan, sedangkan seorang lainnya yang turut ditahan adalah H. Hasby pemilik lahan yang dibebaskan.
Asisten Pidana Khusus Kejati, Baringin Sianturi, menyatakan tim 9 bentukan pemda telah menyelewengkan kewenangannya karena tidak mengeluarkan harga taksiran pemerintah. Akibatnya, harga beli kemahalan dibandingkan aturan, Perpres 65 Tahun 2003.
"Tim 9 dibentuk untuk membuat harga taksiran sesuai aturan, tapi faktanya tim 9 hanya formalitas saja," kata Baringin Sianturi kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (16/4).
Hasil penyidikan yang dilakukan jaksa penyidik, PLN yang akan membangun gardu induk di Kelurahan Pulau Atas membutuhkan lahan seluas 3,7 hektare. Karena pembebasan lahan di atas 1 ha, PLN mengajukan kepada pemkot yang ditindaklanjuti dengan membentuk tim 9.
Tapi, menurut Baringin, sebelum pembentukannya, PLN telah melakukan negosiasi dengan pemilik lahan mengenai harga.
"Jadi lurah dan pemilik tanah menetapkan harga pasaran Rp 150 ribu-Rp 300 ribu kemudian diajukan ke Camat Samarinda Ilir," katanya.
Setelah mendapat persetujuan camat, harga tersebut diberikan kepada tim 9. "Akhirnya disepakati harganya Rp 125.000, padahal ada SK Wali Kota tahun 2005 harga tanah di wilayah itu Rp 87 ribu," ungkap Baringin.
Dalam pemeriksaan Jumat (16/4), terdapat dua anggota tim 9 yang berhalangan hadir, yaitu Camat Samarinda Ilir Didi Purwito karena sakit dan Bambang, Ketua Pengadaan Lahan di PLN yang sedang menjalani pendidikan. "Nanti pasti kami panggil kalau sudah selesai," ungkapnya. Sejauh ini, menurut Baringin, kerugian negara masih dalam proses perhitungan BPKP.
Tujuh pejabat Samarinda ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Mereka ditahan sekitar pukul 15.30 WITA dan digelandang ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIa Sempaja Samarinda menggunakan mobil tahanan Kejati. Turut dalam mobil tahanan H Hasby selaku pemilik lahan.
"Ini penahanan 20 hari pertama jaksa," katanya.
Sementara itu, penasihat hukum Pemkot Samarinda, Supriyana, menyatakan penyesalannya dengan ditahannya kliennya. Menurutnya, penahanan seharusnya tidak dilakukan karena kliennya belum tentu melakukan korupsi. "Sampai sekarang kerugian negaranya belum ada, masih dihitung, terus salahnya di mana," kata Supriyana.
Ia menyatakan kepada seluruh pihak agar tidak memvonis kliennya bersalah meski ditahan. "Tersangka belum berarti bersalah," ujarnya.
FIRMAN HIDAYAT