"Mandiri mempunyai 9 juta (kartu) ATM sama seperti Bank Central Asia (BCA), harga (per unit)-nya US$ 2, mahal tuh, biayanya mesti nambah US$ 18-19 juta," ujar Budi saat peluncuran Mandiri Fiesta di Jakarta hari ini (19/4).
Budi mengatakan, permasalahan pada bank besar menurutnya karena jumlah kartu ATM-nya banyak. Sedangkan untuk bank kecil terbebani biaya di tengah profitnya yang tidak terlalu besar, sehingga nantinya malah akan membebani juga pada suku bunga yang menjadi naik.
"Kalau misalkan kami bikinnya wajib pasang segitu, bank besar masalahnya kartunya banyak, tapi bank kecil kasian juga. Bank kecil-kecil yang profitnya tidak besar kalau dipaksa lagi menggunakan kartu ATM berchip bisa mahal. Ujung-ujungnya naik juga bunga kreditnya. Itu juga harus kita jaga balance," tutur Budi.
Saat ini memang Bank Indonesia belum menetapkan deadline yang pasti mengenai operasi pergantian ATM ini. Menurutnya diperlukan 3 aspek untuk melihat hal ini, pertama dari sisi keamanan yang benar-benar terlindungi, kedua dari sisi investasi untuk program ini harus reasonable, dan ketiga jangan sampai membebani sistem pembayaran sehingga malah membuat banbank menaikkan suku bunga.
"Sedang dalam pembahasan tapi memang belum dikasi deadline karena sangat banyak, deadline yang terus diundur ini kejar-kejaran teknologi dengan keamanannya juga, kami ingin memastikan nanti standar dari chipnya secure.
Karena teknologi untuk menenbusnya juga berkembang jadi kami ingin pastikan teknologi yang dipilih adalah teknologi yang benar-benar secure setidaknya untuk beberapa tahun ke depan itu aman. Standard nya kalau bisa standar Indonesia, kalau kami pakai standard yang mana kami kadang-kadang musti bayar.
Jadi pertama di sisi keamanannya, investasinya harus reasonable untuk bank besar dan bank kecil, karena kita mau menggalakan kredit juga jadi jangan sampai biayanya membebani disitu," tutur Budi. Bank Mandiri adalah satu diantara lainnya yang masuk dalam tim pengkajian dengan Bank Indonesia.
RENNY FITRIA SARI