Menurut Marius Widjajarta, Ketua Umum Yayasan Pemberdayaan Konsumen Indonesia, dia sudah menyampaikan agar ada uji laboratorium untuk SNI makanan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, BPOM mengatakan untuk uji laboratorium biayanya mahal.
"Tapi, kesehatan harganya lebih mahal," ujar Marius di Bogor, Senin (19/4). Padahal, kata Marius, bahan tambahan makanan yang dimasukkan oleh produsen cukup banyak. Saat ini sejumlah bahan tambahan dicampurkan ke makanan yang beredar di Indonesia. Di antaranya bahan terlarang seperti formalin.
Ada pula 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan dicampur pada makanan. Sementara di negara lain, hanya ada 4 jenis pemanis buatan yang diperbolehkan. "Bahan tambahan makanan ada yang berisiko menyebabkan mutasi gen karsinogenik sehingga menyebabkan kanker. "Jadi, kalau ada uji laboratorium, maka campuran makanan dan minuman bisa dipertanggungjawabkan."
Uji laboratorium tersebut, kata Marius, nantinya juga bisa disinkronkan dengan uji pustaka yang juga dilakukan. Sebab jika hanya uji pustaka yang dilakukan, maka SNI itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Umpamanya, takaran campuran bahan tambahan di Eropa tidak bisa disamakan dengan takaran di Indonesia.
EKA UTAMI APRILIA