Menurut dia, RSPO hanya salah satu forum yang berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan hidup pada perkebunan kelapa sawit. "Selain itu, keikutsertaan perusahaan di dalamnya bersifat sukarela," kata Fadhil kepada Tempo di Jakarta kemarin.
Karena keikutsertaan ini bersifat sukarela, kata Fadhil, di Indonesia hanya ada tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki sertifikat RSPO. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Musim Mas di Sorek, Riau, serta PT Hindoli di Sumatera Selatan dan PT PP London Sumatra.
Sebelumnya, beberapa bank mensyaratkan sertifikasi RSPO bagi perusahaan kelapa sawit yang hendak mengajukan kredit. Sikap ini merupakan reaksi atas isu keberlangsungan lingkungan hidup.
Lembaga swadaya masyarakat internasional Greenpeace-lah yang menggelindingkan temuannya mengenai perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang tidak menerapkan prinsip-prinsip keberlangsungan lingkungan hidup. Akibatnya, beberapa perusahaan barang konsumsi menghentikan pembelian minyak sawit dari perusahaan Indonesia.
Fadhil mengatakan pengusaha kelapa sawit tentu sangat mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. Karena itu, dia berharap, jika perbankan mensyaratkan adanya sertifikat lingkungan hidup, hendaknya tidak hanya berlaku untuk sertifikat dari RSPO. "Forum keberlangsungan lingkungan yang lain juga ada. Indonesia saja juga akan membuat forum yang sama," kata dia.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono mengatakan kalangan perbankan tetap meminta pengusaha melakukan sertifikasi perihal keberlangsungan lingkungan hidup. Meski demikian, tak tertutup kemungkinan diterimanya sertifikasi yang dikeluarkan oleh pihak lain, selain RSPO. "Asalkan sertifikasi tersebut diakui oleh dunia internasional, bukan sertifikat asal-asalan," kata dia.
Sigit menyatakan memahami keberatan pengusaha. Karena itu, pihak bank harus menerapkannya syarat itu secara bertahap untuk memberi waktu bagi pengusaha sawit memenuhi sertifikasi. Apalagi, kata dia, masih ada beberapa bank yang belum menerapkan kewajiban syarat sertifikasi dalam penyaluran kreditnya.
Menurut Sigit, memenuhi syarat sertifikasi yang berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan hidup tidak sulit dipenuhi. "Tergantung itikad baik mereka," kata Sigit.
Sertifikasi, dia menilai, penting untuk meningkatkan daya saing pengusaha sawit Indonesia di dunia internasional. "Prinsip keberlangsungan lingkungan banyak diminta oleh konsumen kelapa sawit itu sendiri," ujarnya.
EKA UTAMI APRILIA | FAMEGA SYAFIRA